-
Notifications
You must be signed in to change notification settings - Fork 7
/
Copy pathausaid-3083.id
3112 lines (3112 loc) · 490 KB
/
ausaid-3083.id
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547
548
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
594
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
638
639
640
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
652
653
654
655
656
657
658
659
660
661
662
663
664
665
666
667
668
669
670
671
672
673
674
675
676
677
678
679
680
681
682
683
684
685
686
687
688
689
690
691
692
693
694
695
696
697
698
699
700
701
702
703
704
705
706
707
708
709
710
711
712
713
714
715
716
717
718
719
720
721
722
723
724
725
726
727
728
729
730
731
732
733
734
735
736
737
738
739
740
741
742
743
744
745
746
747
748
749
750
751
752
753
754
755
756
757
758
759
760
761
762
763
764
765
766
767
768
769
770
771
772
773
774
775
776
777
778
779
780
781
782
783
784
785
786
787
788
789
790
791
792
793
794
795
796
797
798
799
800
801
802
803
804
805
806
807
808
809
810
811
812
813
814
815
816
817
818
819
820
821
822
823
824
825
826
827
828
829
830
831
832
833
834
835
836
837
838
839
840
841
842
843
844
845
846
847
848
849
850
851
852
853
854
855
856
857
858
859
860
861
862
863
864
865
866
867
868
869
870
871
872
873
874
875
876
877
878
879
880
881
882
883
884
885
886
887
888
889
890
891
892
893
894
895
896
897
898
899
900
901
902
903
904
905
906
907
908
909
910
911
912
913
914
915
916
917
918
919
920
921
922
923
924
925
926
927
928
929
930
931
932
933
934
935
936
937
938
939
940
941
942
943
944
945
946
947
948
949
950
951
952
953
954
955
956
957
958
959
960
961
962
963
964
965
966
967
968
969
970
971
972
973
974
975
976
977
978
979
980
981
982
983
984
985
986
987
988
989
990
991
992
993
994
995
996
997
998
999
1000
Pendahuluan: Tahun peninjauan 2007
2007 kembali menjadi tahun yang signifikan bagi Kemitraan Australia Indonesia.
Rekonstruksi yang dilakukan setelah terjadinya bencana tsunami hampir selesai, dengan membantu menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi masyarakat di Aceh dan Nias.
Ini merupakan pekerjaan inti dari Kemitraan Australia Indonesia untuk Rekonstruksidan Pembangunan (AIPRD) senilai $1 miliar, paket bantuan terbesar tunggal dalam sejarah Australia.
AIPRD juga mencakup program pengembangan ekonomi dan sosial berskala besar di seluruh Indonesia
Pada 2007, banyak dari program-program ini dimulai dan yang lainnya bergerak maju menunjukkan hasil-hasil yang positif.
Untuk meningkatkan pencapaian-pencapaian ini, pemerintah Australia dan Indonesia berkolaborasi dalam pengembangan Strategi Kerjasama Pembangunan Australia Indonesia 2008–2013 yang baru.
Strategi tersebut akan memandu kedua negara tersebut bekerja bersama-sama selama lima tahun ke depan untuk membantu Indonesia dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan, termasuk Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang telah disepakati secara internasional.
Kemitraan Australia-Indonesia: Tahun Tinjauan 2007 melaporkan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dan hasil-hasil yang telah diraih selama tahun tersebut di beberapa daerah kunci: pertumbuhan yang berkelanjutan dan manajemen ekonomi; investasi untuk pembangunan manusia; demokrasi, keadilan dan pemerintahan yang baik; serta keamanan dan perdamaian.
Laporan ini menunjukkan bahwa bantuan pembangunan Australia berhasil menolong mereka yang paling membutuhkan dan membuat perbedaan.
Ratusan sekolah lanjutan pertama dibangun atau diperluas pada 2007, sehingga kini ribuan anak dari keluarga miskin dan daerah terpencil dapat masuk sekolah.
Pembangunan juga dilakukan untuk 500 sekolah lainnya.
Program pendidikan dasar memainkan peranan yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk mencapai target wajib belajar sembilan tahun bagi semua anak.
Program pembangunan desa senilai $38 juta mengidentifikasi prospek-prospek pasar yang menjanjikan bagi produk-produk pertanian seperti kopi dan kacang yang akan mendorong produktifitas dan hasil-hasil pertanian di Indonesia bagian Timur.
Lebih dari empat juta orang di desa-desa memiliki akses untuk mendapatkan air bersih dan sanitasi berkat proyek yang didanai bersama oleh AusAID dan Bank Dunia, dan Indonesia memiliki kemampuan yang lebih baik untuk merespon wabah flu burung, dengan mengurangi resiko penyebaran penyakit tersebut melalui unggas dan manusia.
Pemilihan daerah yang dilaksanakan di seluruh Indonesia pada 2007 berlangsung secara lebih transparan dan menarik lebih banyak pemilih, sebagian berkat AusAID yang mendanai pendidikan bagi para pemilih dan pengawasan pemilihan.
Australia membantu Mahkamah Agung Indonesia untuk menjalankan reformasi hukum yang memberikan akses lebih baik untuk mendapatkan keadilan kepada masyarakat miskin dan terpinggirkan, termasuk perempuan.
Australia juga mengumumkan inisiatif baru, termasuk bantuan sebesar $30 juta, untuk membantu Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca sebagai akibat dari pembalakan hutan di Kalimantan.
Kemitraan baru Australia dan Indonesia untuk HIV senilai $100 juta akan mencegah dan membatasi penyebaran epidemi tersebut, meningkatkan kualitas orang yang hidup dengan virus HIV, dan mengentaskan dampak-dampak sosial-ekonominya.
Meskipun telah ada kemajuan di banyak bidang, tantangan tetap masih ada.
Meskipun pertumbuhan ekonomi sekarang membuat Indonesia digolongkan sebagai negara berkembang berpendapatan menengah, sekitar 100 juta orang—atau hampir setengah dari populasi—masih hidup dengan pendapatan kurang dari US$2 per hari.
Ketika loncatan besar dilakukan dalam membangun infrastruktur yang baru, banyak masyarakat miskin yang terus hidup dengan akses terbatas atau tanpa akses untuk mendapatkan pelayananpelayanan mendasar seperti air bersih.
Australia telah menaikkan tiga kali lipat bantuannya sejak 2003-2004 dan sekarang merupakan donor pemberi bantuan bilateral terbesar bagi Indonesia.
Metode penyerahan bantuan telah berubah—pendekatan-pendekatan proyek tradisional telah digantikan dengan pendekatan-pendekatan yang membantu Indonesia untuk menggunakan sistem dan sumberdayanya sendiri secara lebih efektif dan efisien, dengan semangat kemitraan yang kuat.
Hal ini akan terus berlangsung ketika Kemitraan Australia Indonesia bekerja pada tingkat pemerintahan nasional, propinsi dan kabupaten dan dengan donordonor, masyarakat madani, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lainnya untuk mendapatkan pemecahan masalah yang praktis dan berkelanjutan dalam rangka mengurangi kemiskinan dan membangun kesejahteraan.
Kemitraan Australia Indonesia untuk Rekonstruksi dan Pembangunan Program AIPRD senilai $1 juta adalah paket bantuan tunggal terbesar dalam sejarah Australia.
Paket tersebut diumumkan setelah bencana tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004, ketika Australia bergerak cepat untuk menolong daerah-daerah yang terkena bencana, terutama Aceh dan Nias, untuk memulihkan daerah-daerah tersebut dari kehancuran yang telah menelan banyak korban dan kehancuran ekonomi yang luar biasa.
Namun demikian, AIPRD sekedar upaya rekonstruksi, dengan adanya berbagai program yang mendorong pembangunan sosial dan ekonomi di wilayah-wilayah terdampak dan juga di bagian-bagian lain di Indonesia.
Ini merupakan tanda perubahan dalam pemberian bantuan, dimana Pemerintah Australia mendukung program-program yang diidentifikasi oleh Pemerintah Indonesia sebagai prioritas dalam pengentasan kemiskinan.
Dengan resiko berbagai bencana alam yang kapan saja bisa terjadi, AIPRD juga membantu pemerintah, masyarakat dan masyarakat madani untuk selalu siap dan tanggap menghadapi berbagai keadaan darurat.
Pada 2007, kemajuan yang signifikan dicapai dengan membangun kembali infrastruktur masyarakat yang sangat penting di Aceh dan Nias, seperti balai desa dan sekolah, dan rekonstruksi diharapkan tuntas pada 2008.
Bantuan Australia terus diberikan untuk membantu memulihkan sistem kesehatan, pendidikan, dan tata pemerintahan serta untuk membangun kembali kemampuan masyarakat dalam bekerja setelah begitu banyak orang yang tewas dalam bencana tersebut.
AIPRD juga mendanai rekonstruksi dan mendukung mata pencaharian di Yogyakarta dan Jawa Tengah setelah gempa bumi pada bulan Mei 2006, dan memberikan bantuan pada daerah-daerah bencana lainnya.
Laporan ini juga menyertakan rincian mengenai hasil-hasil yang telah dicapai oleh AIPRD.
Pemerintah Australia dan Indonesia terlibat pada tingkat politik tertinggi dalam AIPRD.
Program tersebut dikelola oleh Komisi Gabungan yang diawasi oleh Perdana Menteri Australia dan Presiden Indonesia dan dana-dana bantuan dialokasikan berdasarkan kerangka kemitraan yang disetujui oleh kedua pemerintahan tersebut.
Rangkuman Keuangan Pada 2007, total pengeluaran untuk Kemitraan Australia Indonesia adalah $292,1 juta, termasuk $161,7 juta untuk AIPRD.
AIPRD lima tahun tersebut terdiri dari $500 juta dana hibah dan $500 juta dalam bentuk pinjaman yang sangat lunak untuk proyek-proyek utama rekonstruksi dan pembangunan.
Pada akhir 2007, semua dana telah diserahkan dan sekitar $380 juta telah dihabiskan.
Kesepakatan dana pinjaman sebesar $300 juta untuk Proyek Perbaikan Jalan di Indonesia Bagian Timur (EINRIP) saat ini diperkirakan akan cair dalam periode yang lebih lama menyusul adanya perjanjian antara Australia dan Indonesia untuk memastikan bahwa proses pembuatan rancangan, pembangunan, pengadaan barang, pengawasan dan pertanggungjawaban dilakukan dengan baik.
Kesepakatan dana pinjaman EINRIP ditandatangani pada 7 September 2007.
Pekerjaan sipil akan mulai pada pertengahan kedua 2008 dan pencairan dana terakhir diharapkan pada 2010-11.
Kemajuan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) Kemitraan Australia Indonesia merupakan bantuan pembangunan untuk mendukung Indonesia mencapai MDGs.
Laporan Tujuan Pembangunan Milenium Nasional 2007 Indonesia yang diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada bulan Desember 2007 melaporkan bahwa:
Indonesia besar kemungkinan akan mencapai tujuan-tujuan dalam bidang:
pengentasan kemiskinan
tingkat pendaftaran siswa pendidikan dasar
tingkat melek huruf
penghapusan perbedaan jender dalam pendidikan dasar
menghentikan penyebaran penyakit TBC
meningkatkan kualitas sanitasi.
Indonesia menunjukkan kemajuan dalam tujuan-tujuan di bidang-bidang berikut ini dan besar kemungkinan tercapai apabila ada upaya yang berkelanjutan:
mengurangi tingkat kematian anak
mengurangi berkembangnya penyakit malaria
meningkatkan tingkat kelulusan siswa sekolah dasar
meningkatkan akses untuk air bersih.
Indonesia besar kemungkinan tidak dapat mencapai tujuan-tujuan di bawah ini kecuali ada investasi lebih jauh yang signifikan:
kematian ibu
gizi anak
prevalensi HIV
keberkelanjutan lingkungan pada tingkat nasional.
Pertumbuhan yang berkelanjutan dan manajemen ekonomi Garis besar Pada 2007, Kemitraan Australia Indonesia mengalami kemajuan dalam perencanaan, pembangunan dan peningkatan infrastruktur, yang difokuskan pada jalan, air bersih dan sanitasi.
Upaya-upaya ini menunjukkan betapa pentingnya infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial yang berkelanjutan.
Jalan yang lebih baik, misalnya, meningkatkan akses ke pasar, tempat kerja dan berbagai pelayanan sosial yang sangat penting—yang tanpa semua itu, daerah-daerah yang terpencil dan miskin di Indonesia akan tetap terisolasi dan tertinggal.
Kemitraan tersebut membantu masyarakat meningkatkan penghasilan keluarga mereka, termasuk melalui pertanian dan pembangunan pasar.
Di Aceh dan Nias, dan di Yogyakarta dan Jawa Tengah, mata pencaharian dan infrastruktur masyarakat yang luluhlantak oleh bencana alam dibangun kembali.
Penekanan pada pengelolaan pertumbuhan dan ekonomi yang berkelanjutan ini dijalankan dengan komitmen yang lebih tinggi dari Indonesia dan Australia untuk melindungi lingkungan dan mengurangi gas-gas efek rumah kaca.
Infrastruktur Jalan menuju pertumbuhan ekonomi Australia mendukung pembangunan daerah dan sosial di Indonesia bagian timur dengan memperbaiki jaringan jalan nasional dan jembatan-jembatan.
Pada bulan September 2007, Australia menandatangani sebuah kesepakatan pinjaman senilai $300 juta dengan Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari proyek senilai $328 yang didanai berdasarkan AIPRD.
Ratusan kilometer jalan nasional dan jembatan akan diperbaiki di 10 propinsi di seluruh Indonesia.
Hal ini akan memberikan keuntungan ekonomi yang nyata dan mengurangi waktu serta biaya perjalanan.
Perencanaan dan rancangan yang memenuhi standar internasional dimulai, dengan memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas dalam sistem teknik pembuatan rancangan dan pengadaan barang Pemerintah Indonesia.
Tender pembangunan akan dilakukan dari pertengahan 2008 dan pekerjaan jalan pertama akan berlangsung di sepanjang garis pantai Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, Bali dan Nusa Tenggara Timur.
Jembatan di Sulawesi Utara yang tersapu banjir pada awal 2006 juga akan diperbaiki.
Mengurangi hambatan-hambatan investasi infrastruktur dan peningkatkan produktifitas Sebuah inisiatif senilai $64,8 juta untuk infrastruktur Indonesia, yang dikenal sebagai IndII diumumkan pada 2007 untuk membantu Pemerintah Indonesia menarik investasi melalui reformasi kebijakan dan peraturan infrastrukturnya.
Inisiatif tersebut juga akan mendukung pemerintahan propinsi dan kabupaten untuk merencanakan dan melaksanakan proyek-proyek infrastruktur.
IndII meningkatkan reputasi AusAID karena tanggap dalam menyediakan bantuan teknis dan proyek-proyek infrastruktur model yang berkualitas.
Akses untuk mendapatkan air bersih dan sanitasi Australia mendukung upaya-upaya Indonesia untuk memperbaiki kualitas pasokan air dan sanitasi untuk masyarakat miskin, dengan mengalokasikan dana senilai $20 juta dalam prakarsa-prakarsa dengan Bank Dunia dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Indonesia.
Satu inisiatif untuk meningkatkan kesehatan, produktifitas dan kualitas hidup di 2500 desa tertinggal di tujuh propinsi.
Pada 2007, keluarga-keluarga yang memiliki akses untuk mendapatkan air bersih naik dari 25 persen menjadi 77 persen, sehingga sekitar 4,2 juta jiwa dapat menikmati manfaatnya.
Tiga ratus enam puluh desa telah memiliki sanitasi dan sekitar 120 desa kini sudah sepenuhnya atau hampir bebas dari kebutuhan masyarakat untuk membuang kotoran di tempat umum.
Keberhasilan ini diakui oleh donor-donor lainnya seperti UNICEF dan Bank Pembangunan Asia, yang telah mengadopsi prinsip-prinsip yang sama mengenai penyediaan air dan sanitasi lingkungan yang berbasis masyarakat.
Rencana air dan sanitasi diselesaikan di lebih dari setengah kabupaten yang terlibat dalam proyek tersebut, meskipun mengintegrasikan kebijakan-kebijakan nasional tentang air dan sanitasi dengan anggaran pemerintah daerah masih menjadi tantangan.
Inisiatif lainnya adalah membantu Pemerintah Indonesia untuk menjalankan kebijakan nasional dan terus melakukan reformasi di sektor tersebut.
Rekonstruksi hampir selesai di Aceh Tiga tahun setelah tsunami, upaya-upaya rekonstruksi yang didanai oleh AIPRD hampir selesai.
Fasilitas-fasilitas di Universitas di Aceh, termasuk Universitas Syiah Kuala dan Institute Pelatihan Penelitian Aceh diselesaikan pada 2007, setelah selesai membangun kembali unit gawat darurat di rumah sakit utama dan akademi kebidanan dan keperawatan pada 2006.
Pekerjaan untuk memulihkan berbagai fasilitas di Pelabuhan Ulee Lheue di Banda Aceh telah mengalami kemajuan, dan rekonstruksi terminal feri permanen diharapkan akan selesai pada pertengahan 2008.
Perbaikan awal yang sebelumnya telah dilakukan membuat ribuan penumpang dapat menggunakan layanan feri, sehingga daerah-daerah terpencil bisa dijangkau.
Australia telah membantu memulihkan kehidupan masyarakat setelah lebih dari 500.000 orang kehilangan tempat tinggal dan lebih dari 800 desa hancur.
Lebih dari 175 balai desa telah dibangun, sehingga menyediakan tempat pertemuan yang sangat dibutuhkan untuk membahas kegiatan masyarakat dan perencanaan desa.
Lebih dari 200 fasilitator dikerahkan untuk membantu masyarakat mengelola rekonstruksi mereka.
Di Nias, pekerjaan difokuskan pada perbaikan jalan dan jembatan serta menyediakan pasokan air yang dapat dijangkau, sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat serta mengurangi jumlah waktu yang diperlukan bagi perempuan dan anak-anak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Program tata pemerintahan dan infrastruktur masyarakat yang didanai Australia, LOGICA, memulihkan kembali kepemilikan lahan dengan memetakan batas-batas lahan yang telah sebelumnya tersapu.
Pemetaan ini melibatkan penduduk desa yang bersepakat mengenai batas-batas daerah, penggunaan dan kepemilikan lahan.
Pada 2007, sebanyak 61 desa dan hampir 20.000 kavling lahan dipetakan—proses tersebut telah diadaptasi di 400 desa dan merupakan syarat penting untuk membangun lebih dari 100.000 rumah.
Bantuan-bantuan kecil yang sangat dibutuhkan untuk infrastruktur desa membantu lebih dari 200 desa untuk membangun jalan-jalan, saluran air, jembatan, balai desa, sumur dan saringan air, serta berbagai pusat kegiatan perempuan.
Bantuan Australia telah diakui di seluruh Aceh dan oleh internasional karena fleksibel dan tanggap terhadap kebutuhan nyata masyarakat dan karena menempatkan masyarakat Aceh sebagai penentu rekonstruksi.
Australia juga dihargai karena mampu bekerja bahu membahu dengan masyarakat Indonesia dan memastikan bahwa rekonstruksi tersebut berkualitas.
Membangun kembali infrastruktur dan mata pencaharian di Yogyakarta Rekonstruksi tersebut berlangsung di Yogjakarta dan Jawa Tengah, menyusul gempa yang terjadi pada bulan Mei 2006.
AusAID menyediakan dana dari AIPRD hingga $30 juta dalam tiga tahun untuk membantu korban bencana membangun kembali mata pencaharian dan infrastruktur mereka, termasuk sekolah-sekolah.
Pada 2007, keterlibatan masyarakat dalam proses pemulihan ini memberikan sumbangan pada keberhasilan mereka.
Program Bantuan Masyarakat Yogjakarta-Jawa Tengah menyediakan air bersih dan sanitasi bagi masyarakat setempat, serta bahan-bahan untuk membangun toilet dan septik tank-nya sendiri.
Sembilan klinik kesehatan yang hancur di Klaten dan Bantul dibangun kembali.
Para pengembang, arsitektur, dan kelompok masyarakat lokal menerima pelatihan kerja agar klinik-klinik ini aman dari gempa bumi.
Program Bantuan Aktif Masyarakat yang diberikan melalui Community Housing Foundation (CHF) International dan International Organization for Migration memberikan pelatihan praktis kepada lebih dari 1200 warga desa untuk membangun kembali rumah-rumah tahan gempa bagi keluarga-keluarga yang rentan.
AusAID juga menyediakan bantuan mata pencaharian hingga $1,5 juta kepada LSM lokal dan internasional.
Bantuan-bantuan tersebut digunakan untuk mengembangkan ideide untuk membantu korban gempa bumi untuk membangun kembali atau memulai kembali usaha-usaha mereka.
Hal ini termasuk inisiatif ‘cepat tanggap’ untuk membantu lebih dari 17.250 masyarakat bisnis, terutama perempuan dan orang-orang cacat, untuk menggantikan aset-aset mereka.
Cakrawala bisnis baru Mbak Yanti, yang berusia 40 tahu, melihat rumah dan kiosnya di dusun Sanan di kaki Gunung Sewu hancur oleh gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta.
Setelah kehilangan mata pencaharian, Mbak Yanti dan dua anaknya terpaksa hidup dengan orang tuanya yang sudah lanjut usia.
Tanpa pendapatan dan tanpa modal atau peralatan, kehidupan mereka sangat suram.
Pada bulan Maret 2007, Mbak Yanti diterima sebagai bagian dari kelompok perempuan untuk menerima bantuan mata pencaharian AusAID melalui SP Kinasih, sebuah LSM lokal yang menjalankan proyek-proyek untuk membantu memberdayakan perempuan.
Ia menggunakan sebagian dari bantuan sebesar $250 itu untuk memulai kembali usahanya, dengan membeli kompor, panci, dan penanak nasi baru serta bahan-bahan mentah, meja dan kursi.
Ia menggunakan sebagian dari bantuan tersebut untuk menyewa warung baru di tempatnya.
Usaha Mbak Yanti sekarang berkembang dan ia berencana memperluas usahanya ke lokasi lain.
Pembangunan daerah Mendorong pembangunan sektor pedesaan di Indonesia bagian timur Sebagian besar penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan.
Australia melanjutkan pendanaan proyek-proyek untuk meningkatkan produktifitas petani dan akses menuju pasar termasuk melalui program Smallholder Agribusiness Development Initiative senilai $38 juta, yang dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan di pedesaan di Indonesian bagian timur.
Inisiatif tersebut dimulai di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang memiliki potensi pertanian yang signifikan namun memiliki produktifitas dan penghasilan yang rendah.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktifitas petani, nilai tambah produk baik dari bidang pertanian maupun dari luar pertanian serta membangun akses yang lebih baik ke pasar.
Tujuh produk pertanian dianalisa pada 2007 untuk menentukan prospek pasarnya dan perjanjian kemitraan ditandatangani dengan pabrik-pabrik makanan besar dalam produk kakao, kopi, hortikultura bernilai tinggi dan kacang.
Prospeknya terlihat positif.
Contoh, kemitraan dengan Garuda Foods untuk makanan ringan di Lombok yang dimulai pada 2008 diharapkan akan mengurangi biaya operasional dan meningkatkan pendapatan para petani kacang, masing-masing hingga 20 persen.
Didanai berdasarkan AIPRD, inisiatif tersebut dijalankan dengan Program Nasional untuk Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Indonesia (PNPM), Pusat Penelitian Pertanian Internasional Australia (ACIAR), Bank Dunia dan Internasional Finance Corporation (IFC).
Program Bantuan Australia-Nusa Tenggara untuk Otonomi Daerah (ANTARA) senilai $31 juta saat ini sedang berjalan.
Bersama-sama dengan pemerintah propinsi dan kabupaten di Nusa Tenggara Timur program tersebut bertujuan untuk mengurangi kemiskinan melalui pembangunan sosial dan ekonomi pedesaan yang berkelanjutan.
Contoh, sebuah program untuk membantu usaha kecil dan menengah, terutama dalam bidang pertanian dan kerajinan, telah mengurangi biaya pendaftaran bisnis hingga 75 persen.
Produktifitas para petani di daerah-daerah sasaran naik 26 persen dan pendapatan mereka tumbuh 18 persen.
Program bank mobil meningkatkan pelayanan keuangan dan kredit mikro di sektor tersebut.
ANTARA juga bekerja dengan erat dengan program-program AusAID lainnya di propinsi tersebut dalam bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan pemerintahan.
Contoh, ANTARA telah membantu pemerintah daerah untuk meningkatkan anggaran dan proses perencanaan mereka yang pada gilirannya akan meningkatkan pelayanan dan keterlibatan masyarakat umum dalam pemerintahan.
Mata pencaharian baru di Aceh Prioritas pada tahun 2007 adalah bagaimana mengembalikan masyarakat Aceh pada pekerjaan-pekerjaan mereka untuk mendapatkan penghasilan, termasuk usaha pertanian dan usaha kecil.
Budi daya air adalah industri yang berkembang di Aceh sebelum tsunami, yang secara langsung mempekerjakan lebih 100.000 orang.
Udang galah yang ditujukan untuk pasar ekspor, memiliki nilai produksi tahunan $50 juta.
Namun tsunami menghancurkan lebih dari setengah tambak dan pembudidayaan udang dan ikan di propinsi tersebut.
Tahun 2007, berbagai upaya untuk mengajarkan cara mengelola hasil panen pra petani udang lokal mampu meningkatkan hasil rata-rata dari 150 hingga 192 kilogram per hektar.
Hal ini akan mendapat dukungan lebih lanjut ketika pusat pelatihan dan budi daya udang akuakultur Aceh selesai pada pertengahan 2008.
AusAID dan International Finance Corporation membuka Investor Outreach Office pada bulan Maret 2007 sebagai bagian dari program senilai $7 juta untuk mendorong investasi di sektor swasta di Aceh.
Kantor tersebut memberikan dukungan bagi 40 investor dan memberikan pelatihan bisnis bagi 800 orang.
Meningkatkan manajemen ekonomi Dukungan Australia untuk upaya Pemerintah Indonesia meningkatkan kebijakan dan manajemen ekonomi memberikan sumbangan pada perbaikan keseluruhan kinerja ekonomi Indonesia pada 2007.
Contohnya, Indonesia berhasil menjaga pertumbuhan yang signifikan dan tetap dari penerimaan pajak dan pengurangan biaya pembayaran utang, yang keduanya merupakan fokus-fokus utama dari kemitraan dengan Australia.
Australia membantu Departemen Keuangan Indonesia untuk mengidentifikasi dan melibatkan para wajib pajak potential dan menaikkan tarif dasar pajak.
Hal ini memberikan sumbangan pada peningkatan penerimaan pajak non minyak Indonesia dari 3.6 persen dari Produk Domestik Bruto pada 2005 menjadi 5.7 persen pada 2007— peningkatan yang hampir mencapai 60 persen.
Badan-badan pemerintah Indonesia bekerja sama dengan mitranya di Australia di bawah Dana Kemitraan Pemerintah (GPF) untuk memperkuat penerapan kebijakan pengelolaan sektor ekonomi, keuangan dan publik di Indonesia dengan saling bertukar pikiran dan pengetahuan.
Australian Prudential Regulatory Authority dan Departemen Keuangan, misalnya, bekerja bersama-sama untuk membuat sistem pengawasan bank berbasis resiko untuk Indonesia yang bertujuan memberikan kontribusi bagi stabilitas sektor keuangan.
Pertumbuhan ekonomi dengan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan Perubahan iklim dan lingkungan menjadi titik perhatian ketika Indonesia menyelenggarakan pertemuan United Nations Framework Convention on Climate Change pada bulan Desember 2007 di Bali.
Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah Australia meratifikasi Protokol Kyoto dan menyatakan akan mendukung negara berkembang di wilayahnya untuk mengurangi gas efek rumah kaca.
Peristiwa-peristiwa besar ini diikuti dengan penandatanganan bersama oleh Pemerintah Australia dan Indonesia untuk memotong emisi gas efek rumah kaca sekitar 700 juta ton selama 30 tahun.
Australia menjanjikan $30 juta hingga $100 juta untuk Hutan Kalimantan dan Kemitraan Iklim, yang bertujuan melindungi 70.000 hektar hutan di Kalimantan, mengairi kembali 200.000 hektar lahan yang sudah kering dan menanam hingga 100 juta pohon baru untuk merehabilitasi lahan kering untuk tujuan konservasi.
Pembuatan cakupan kerja awal selesai pada 2007 dan perancangan program akan dilakukan pada 2008.
Sebanyak $10 juta lainnya dialokasikan untuk mendukung pengembangan kebijakan.
Dana tersebut merupakan bagian dari Inisiatif Karbon Hutan Internasional senilai $200 juta, yang dipimpin oleh AusAID dalam kemitraan dengan Departemen Perubahan Iklim.
Australia juga menyediakan dukungan keuangan dan teknis untuk grup multi donor —Aliansi Iklim Hutan Indonesia, dan mendukung Indonesia untuk membuat sistem informasi sumberdaya hutan dan pengawasan karbon.
Investasi pada Masyarakat Garis Besar Ratusan sekolah yang dibangun atau diperluas melalui Program Pendidikan Dasar Australia-Indonesia (AIBEP) senilai $355 juta telah dibuka dan kualitas pendidikan ditingkatkan.
Program tersebut termasuk program utama dari AIPRD dan telah memberikan kontribusi yang besar pada tujuan Pemerintah Indonesia untuk menyediakan pendidikan dasar sembilan tahun yang berkualitas bagi anak.
Sementara itu ratusan warga Indonesia menerima beasiswa untuk belajar di perguruan-perguruan tinggi di Australia.
Kesehatan meningkat, terutama di daerah-daerah miskin dan terpencil.
Australia bekerja untuk membantu Indonesia untuk memenuhi MDGs untuk mengurangi dan mengubah area penyebaran HIV/AIDS dan untuk mengurangi tingginya jumlah kematian wanita selama kehamilan dan persalinan.
Bantuan dilanjutkan untuk membantu Indonesia menangani flu burung pada manusia dan unggas serta untuk memperkuat sistem kesehatan dengan meningkatkan akses untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
Australia terus membangun kembali tenaga-tenaga kesehatan dan pendidikan yang banyak hilang di Aceh akibat terjangan tsunami.
Pelatihan dan bantuan langsung diberikan pada generasi guru, perawat, dokter dan dosen selanjutnya, dan fasilitasfasilitas perguruan tinggi diperbaharui, termasuk Universitas Syiah Kuala di Aceh.
Pendidikan Sekolah permanen milik para siswa Banyak anak-anak di Indonesia, terutama di daerah-daerah miskin dan terpencil, tidak memiliki akses pendidikan yang layak.
Sekolah terdekat seringkali terlalu jauh dan tidak memiliki peralatan yang memadai.
Program Pendidikan Dasar Australia-Indonesia (AIBEP) berupaya mengatasi masalah ini dengan membangun atau memperluas 2.000 sekolah—1500 sekolah umum dan 500 sekolah Islam—pada akhir 2009.
Ini akan menciptakan lebih dari 330 ruang belajar baru bagi anakanak usia 7 hingga 9 tahun di negara yang hampir dua juta anaknya yang berusia 13 hingga 15 tahun tidak dapat bersekolah.
Sekolah tersebut dibangun oleh penduduk setempat di bawah kepemimpinan komite pembangunan masyarakat, dengan tenaga teknis yang didanai oleh AusAID yang menjamin bahwa struktur-struktur tersebut memenuhi standar pembangunan yang tinggi.
Di Aceh, Australia membangun dan melengkapi sembilan sekolah dan enam lainnya akan diselesaikan pada 2008, sebagai bagian dari AIPRD.
Di Yogyakarta, 27 taman kanak-kanak dan sekolah dasar dibangun atau direnovasi setelah gempa bumi pada 2006.
Peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen sekolah yang lebih baik Program AIBEP juga berusaha meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia dan memperkuat cara pengelolaan pelayanan pendidikan.
Pada 2007, program pengembangan untuk sekolah dan pendidikan di kabupaten memfokuskan pada pengembangan rencana-rencana strategis untuk peningkatan kualitas dan standar, dengan memperbaiki bahan pengajaran dan pelatihan bagi guru dan administrasi sekolah.
Australia mendukung Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan standar pendidikan nasional, meningkatkan sistem ujian nasional dan mengembangkan kebijakan yang inklusif untuk menjamin bahwa pendidikan juga tersedia bagi anak-anak cacat.
Australia juga memberikan saran mengenai keputusan yang dikembangkan untuk mengarusutamakan jender di sekolah dan meningkatkan jumlah murid, guru, dan administrator perempuan.
menjadi penting karena dua pertiga dari hampir 13 juta orang Indonesia yang buta huruf adalah perempuan.
Di beberapa daerah, hasil yang dicapai selama tahun tersebut sangat mengagumkan.
Hampir setengah dari murid baru yang masuk ke sekolah yang dibangun oleh AIBEP adalah anak perempuan, sebuah peningkatan yang berarti karena di Indonesia jumlah perempuan yang masuk ke sekolah menengah pertama lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anak laki-laki.
Di Nusa Tenggara Timur, kemitraan pendidikan senilai $27 juta, telah secara signifikan meningkatkan jumlah melek huruf murid-murid sekolah dasar di Kabupaten Ende, Ngada dan Sikka, dari 42 persen menjadi 63 persen dalam empat tahun.
Guru kelas 1, 2 dan 3 dilatih untuk menjalankan metodologi pengajaran dan pembelajaran baru, dan anak-anak sekarang bisa membaca, menulis dan menghitung dengan lebih cepat.
Program tersebut juga menciptakan persamaan jender yang lebih besar dengan peningkatan jumlah kepala sekolah perempuan sebesar 80 persen dan jumlah pengawas perempuan sebesar 200 persen.
Pendidikan Islam Sekitar satu dari empat anak Indonesia menerima paling tidak sebagian dari pendidikan formal mereka di sekolah Islam.
Namun kualitas pendidikannya berada di bawah kualitas sekolah-sekolah umum yang disediakan oleh pemerintah.
Program lima tahun Australia senilai $30 juta untuk meningkatkan sekolah-sekolah Islam diupayakan untuk mengatasi ketidakseimbangan ini.
Inisiatif baru mulai pada 2007 untuk mendorong peluang belajar yang setara bagi anak laki-laki dan perempuan, meningkatkan kemampuan pengajaran bahasa Inggris 750 guru sekolah menengah atas dan memberikan kontribusi pada tujuan pemerintah Indonesia untuk menjamin bahwa semua guru memiliki kualifikasi mengajar program diploma.
Untuk lebih memperkaya pengajaran di sekolah-sekolah Islam sebuah simposium regional mengenai pendidikan dasar diselenggarakan pada bulan Juli 2007 bekerja sama dengan Departemen Agama dan Universitas Islam Negeri Jakarta.
‘Menjembatani Perbedaan—Visi 2025’ menarik sekitar 200 peserta dari pemerintah Australia dan Indonesia, LSM lokal dan internasional serta para donor.
Di Aceh, Australia terus bekerja bersama dengan masyarakat untuk membangun kembali sekolah-sekolah Islam yang rusak akibat konflik.
Sekolah-sekolah tersebut dihadiri oleh anak-anak paling miskin dan, melalui program $33 juta tersebut, Australia juga telah melatih guru dan membantu pemerintah Propinsi untuk mengelola pendidikan dengan lebih baik, termasuk membuat sebuah rencana strategis pendidikan pada 2007.
Manfaat jangka panjang melalui beasiswa Australia telah menawarkan beasiswa pada masyarakat Indonesia sejak 1950an, dengan membangun hubungan antar masyarakat yang bertahan lama dan memperkuat kemampuan sumberdaya manusia dari organisasi sektor publik dan swasta.
Beasiswa Australian Leadership Awards ditawarkan kepada mereka yang berprestasi dan para calon pemimpin dalam pembangunan sosial dan ekonomi dari Asia-Pasifik.
Pada 2007, sebanyak 21 pakar dipilih dari Indonesia untuk belajar di perguruan tinggi-perguruan tinggi di Australia dan 64 fellows ditempatkan di organisasi-organisasi di Australia.
Enam ratus Beasiswa Kemitraan Australia untuk program pasca sarjana, yang didanai oleh AIPRD diberikan selama 2007.
Dari jumlah itu, 149 beasiswa menyelesaikan studi mereka dan kembali ke Indonesia.
Program Australian Development Scholarships diberikan kepada 270 pelajar untuk melakukan penelitian di bidang-bidang yang mendapatkan prioritas untuk Kemitraan Australia Indonesia, antara lain manajemen ekonomi, lembaga-lembaga dan praktekpraktek demokrasi, pelayanan sosial dasar, serta keamanan dan stabilitas.
Konferensi alumni diadakan pada 2007 untuk membahas masalah-masalah yang terkait dengan prioritas-prioritas pembangunan Indonesia.
Kesehatan Mengurangi penyebaran HIV Epidemi HIV di Indonesia adalah salah satu yang tercepat tumbuh di Asia, dan di Papua serta Papua Barat, satu dari 40 orang dewasa memiliki virus tersebut.
Untuk melawan penyebaran HIV dan meningkatkan kualitas hidup mereka yang hidup dengan virus HIV, pada tahun 2007 Australia mengumumkan sebuah Kemitraan Australia Indonesia untuk HIV senilai $100 juta.
Pekerjaan tersebut mulai pada 2008.
Ini adalah langkah selanjutnya untuk membantu Indonesia memenuhi MDGs untuk mengurangi dan melawan penyebaran HIV/AIDS pada 2015 dan memperbaiki perawatan bagi orang yang hidup dengan virus HIV.
Sementara itu, aktivitas terus berlangsung dengan para pengguna obat-obatan suntik (50 persen dari mereka positif mengidap HIV), pekerja seks komersial dan pengguna pekerja seks komersial, serta masyarakat umum di Papua dan Papua Barat, dimana tingkat resiko terinfeksi di antara orang dewasa merupakan yang tertinggi di Asia.
Australia membantu membentuk sebuah kebijakan HIV nasional untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut dengan menjalankan program jarum suntik (needle syringe program) dan methadone.
Semua propinsi yang didukung oleh proyek pencegahan dan perawatan HIV senilai $41 juta membuat peraturan-peraturan yang mendukung kebijakan baru tersebut.
Tiga klinik perawatan methadone baru yang didanai AusAID di puskesmas-puskesmas buka di Jakarta pada bulan Desember 2007 dan telah mendapat penerimaan yang baik.
Klinik-klinik tersebut menyediakan program jarum suntik, pendidikan, konseling, dan pemeriksaan bagi para pengguna obat, serta akses untuk mendapatkan perawatan dengan obat-obatan anti retroviral.
Program jarum suntik di Jawa meningkat dari sekitar 30 pada awal 2007 menjadi lebih dari 100 pada akhir tahun tersebut.
Program-program ini dan program perawatan pemeliharaan methadone berlangsung di Bali, Sulawesi Selatan, Jawa Barat dan Jawa Timur, termasuk penjara Kerobokan dan Bancuey.
Upaya yang signifikan dilakukan untuk meningkatkan kesadaran publik untuk menghilangkan stigma sekitar HIV dan meningkatkan pemahaman tentang resiko tertular.
Atas permintaan kantor berita nasional Indonesia, Antara, para wartawan menerima pelatihan mengenai masalah kesehatan dan hukum agar mereka dapat memberitakan masalah-masalah itu dengan akurat dan tidak berpihak.
Kesehatan dan HIV dimasukkan dalam bahan pengajaran yang digunakan oleh semua sekolah di kabupaten di Flores dan bahan pelatihan bagi para guru di sekolah-sekolah Islam telah dikembangkan dan akan digunakan pada 2008.
Pada bulan November 2007, Duta HIV Australia kala itu, Annmaree O’Keeffe, menghadiri sebuah simposium di Jayapura mengenai HIV di Papua, Papua Barat dan Papua New Guinea.
Flu Burung Flu burung terus menjadi keprihatinan Indonesia.
Pada 2007, 42 kasus dilaporkan terjadi pada manusia, dan 37 diantaranya meninggal.
Infeksi pada unggas mempengaruhi mata pencaharian dan mengurangi sumber makanan masyarakat miskin.
Australia melanjutkan program $30 juta-nya untuk membantu Indonesia mendeteksi dan mengatasi kasus-kasus yang terjadi pada manusia dan mencegah serta mengontrol penyakit tersebut pada unggas.
Program ini melibatkan kerja sama dengan Indonesia pada tingkat nasional dan daerah, serta dengan negara-negara donor besar lainya dan organisasiorganisasi multilateral, terutama Organisasi Kesehatan Dunia, Organisasi Pangan dan Pertanian, Bank Dunia, dan United States Agency for International Development.
Penelitian dan respon terhadap kasus-kasus yang terjadi pada manusia meningkat setelah posko flu burung dibentuk di Departemen Kesehatan dan panduan flu burung dibuat serta disebarkan.
Hasilnya, tim Indonesia bisa mengatasi kasus-kasus tunggal tanpa komplikasi pada manusia tanpa membutuhkan bantuan dari para pakar internasional.
Di Jawa, Bali, dan Sumatra, para dokter hewan dilatih dalam hal pengamatan dan pemberian respon terhadap penyakit, sehingga wabah unggas dapat diketahui lebih awal.
Mereka juga membantu penduduk desa untuk merespon berbagai wabah.
Program pelatihan tersebut akan diperluas ke Sulawesi Selatan dan Sulawesi barat pada 2008.
Staff karantina dilatih untuk menggunakan analisa resiko dalam operasional karantina dan teknik-teknik untuk mengukur kesadaran masyarakat.
Kemampuan laboratorium Indonesia untuk menganalisa sampel meningkat terus – saat dilakukan audit eksternal 70 persen hasil yang dicapai sebanding dengan lab-lab Australia.
Meningkatkan ketahanan ibu dan anak Tingkat kematian ibu di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di Asia Timur.
Untuk setiap 100.000 kelahiran, hingga 400 wanita kehilangan nyawanya sebagai akibat dari komplikasi yang terjadi selama kehamilan dan setelah persalinan.
Di beberapa propinsi, tingkat kematiannya bahkan lebih buruk: di Papua, 1116 perempuan meninggal dari setiap 100.000 kelahiran hidup, sementara di Nusa Tenggara Timur tingkat kematiannya adalah 554.
Bandingkan dengan enam kematian per 100.000 kelahiran di Australia.
Program AusAID berusaha membuat kehamilan dan persalinan lebih aman bagi perempuan di beberapa propinsi dengan meningkatkan jumlah persalinan yang ditangani oleh bidan terlatih, sejalan dengan strategi nasional untuk Membuat Kehamilan Lebih Aman dan seruan Gubernur Papua, yang dikenal dengan istilah RESPEK.
Bekerja bersama-sama dengan UNICEF, AusAID memperkuat penyediaan dan permintaan kesehatan ibu dan anak di seluruh Papua dan Papua Barat.
Enam puluh bidan di Papua—sekitar lima persen—dilatih dasar-dasar persalinan pada 2007, dengan 86 persen menunjukkan kecakapannya dalam tiga bulan kemudian.
Ini berarti paling sedikit 1000 perempuan pada usia reproduksi dan 1800 anak balita kini lebih dapat dilayani oleh para bidan, yang secara signifikan meningkatkan peluang hidup mereka.
Inisiatif-inisiatif ini didukung oleh kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kebutuhan dan manfaat perawatan kesehatan selama kehamilan dan persalinan.
Di Nusa Tenggara Timur, AusAID memulai sebuah percontohan untuk sebuah program nasional baru senilai $49 juta untuk membantu Indonesia memenuhi MDGs untuk kesehatan ibu dan anak.
Program tersebut akan meningkatkan akses pada bidang terlatih selama kehamilan dan persalinan, membantu pemerintah kabupaten untuk secara efektif mengelola pelayanan kesehatan ibu dan bayi dan meningkatkan pendanaan untuk dukungan tingkat masyarakat bagi ibu baru dan calon ibu.
Penasehat kesehatan daerah ditempatkan bersama-sama pemerintah untuk merencanakan kegiatan-kegiatan kesehatan ibu dan anak yang paling tepat.
Di Aceh, sebuah fasilitas pelatihan kesehatan berstandar internasional dibangun di Universitas Syiah Kuala yang menghasilkan lebih dari 100 sarjana ilmu kesehatan termasuk bidan, setiap tahunnya.
Australia Bali Memorial Eye Centre dibuka Australia Bali Memorial Eye Center secara resmi telah dibuka pada bulan Agustus 2007 untuk mengenang para korban bom Bali pada 2002.
Pusat tersebut didukung oleh klinik mobil dan menghindari kebutaan penduduk daerah yang menderita kondisi-kondisi seperti katarak.
Demokrasi, keadilan dan tata pemerintah yang baik Garis besar Lembaga dan sistem pemerintahan yang kuat dan transparan sangat penting agar bisa memberikan pelayanan yang adil dan efektif kepada masyarakat.
Tata pemerintahan yang baik juga menciptakan lingkungan dimana sektor swasta membangun dan berinvestasi sambil memastikan bahwa sumberdaya negara digunakan secara berkelanjutan.
Pada saat yang bersamaan, masyarakat sipil yang kuat penting untuk membuat pemerintah bertanggung jawab dan menyuarakan kebutuhan masyarakat.
Selama 2007, Indonesia melanjutkan proses yang dimulai dengan transisi menuju demokrasi pada 1999.
Pemilihan Umum dilaksanakan di 54 daerah, termasuk di seluruh Aceh, untuk memilih Gubernur Jakarta.
Australia mendukung masyarakat sipil untuk memonitor pemilihan umum.
Dukungan juga diberikan untuk program percontohan pendidikan bagi para pemilih dan meningkatkan kesadaran mengenai proses pemilihan umum dan mengenai hak-hak serta tanggung jawab rakyat untuk memilih.
Australia memberikan saran teknis kepada Indonesia ketika Indonesia mengalami kemajuan untuk menjadi lebih akuntable, transparan, dan tanggap pada tingkat nasional, propinsi dan daerah.
Kemajuan yang berarti juga dicapai dalam hal akses untuk mendapatkan keadilan.
Pemilihan umum yang terbuka, adil dan demokratis Ketika pemilihan umum di daerah dilakukan di seluruh pelosok negeri, AusAID mendanai The Asian Foundation untuk memberikan saran pada jaringan nasional LSM Indonesia yang dikenal sebagai Jaringan Pendidikan untuk Rakyat (JPPR).
JPPR adalah jaringan yang terdiri dari 35 LSM untuk pendidikan pemilih dan akuntabilitas pemilihan.
Selama pemilihan umum tersebut, dilakukan 21 debat calon kandidat non partai dengan partisipasi para pemilih dan mempublikasikan janji-janji kebijakan para calon, sehingga mereka dipaksa untuk bertanggung jawab.
Salah satu peranan yang paling penting dari JPPR adalah memonitor pemilihan umum untuk memeriksa apakah pemilihan tersebut bebas dan adil.
Lebih dari 10.000 sukarelawan yang memenuhi syarat dikirim ke 7.000 desa untuk memonitor 49 pemilihan umum daerah.
Kehadiran mereka tidak hanya bertindak sebagai pembuat jera bagi mereka yang berniat untuk mengintimidasi para pemilih atau mengacaukan pemilihan umum tersebut, para pengawas tersebut juga melaporkan dan menyebarluaskan hasil pengamatan mereka (termasuk pada anggota Dewan Perwakilan Rakyat, badan-badan pemilihan umum, akademisi dan media).
Ini juga merupakan tahun pemilihan umum pertama untuk Nanggroe Aceh Darussalam.
Pada bulan Maret, propinsi tersebut pertama kali mencalonkan calon independen ketika warga dari Aceh Barat dan Aceh Barat Daya memilih Bupati dan wakil Bupati.
Hal ini menyusul pemilihan umum langsung yang pertama di propinsi tersebut, yang diselenggarakan sebagai bagian dari proses perdamaian pada 11 Desember 2006, dimana Gubernur dipilih.
Australia memberikan kontribusi bagi peristiwa-peristiwa bersejarah ini dengan bergabung dengan USAID untuk mendanai Jurdil Aceh, sebuah koalisi LSM lokal, untuk mengaudit pendaftaran pemilih.
Koalisi tersebut menemukan bahwa 86,9 persen dari pemilih yang sah terdaftar, yang menunjukkan keberhasilan dari pendidikan bagi para pemilih dan pendaftaran pemilihan.
Pada 5 September 2007, masyarakat Aceh Jaya melakukan pemilihan langsung yang pertama secara bersamaan, dimana 138 desa memilih kepala desa pada hari yang bersamaan.
Pemilihan secara bersamaan di 178 desa di Aceh Besar itu dilaksanakan pada bulan November.
Australia memainkan peranan penting dalam pemilihan-pemilihan ini, termasuk dengan bekerja sama dengan pemerintah kabupaten Aceh Jaya untuk mempersiapkan peraturan pemilihan.
Para wanita didorong untuk berperan dan empat orang mencalonkan diri, hasilnya dua perempuan terpilih sebagai kepala desa.
Yang penting, warga menjadi sadar tentang hak dan kewajibannya untuk memilih dan untuk meminta pertanggungjawaban kepala desa mereka dalam pemilihan berikutnya jika kebutuhan mereka tidak terpenuhi.
Reformasi hukum meningkatkan akses ke keadilan SigKemajuan yang signifikan dicapai untuk meningkatkan akses keadilan bagi masyarakat yang terpinggirkan dan miskin dengan dukungan yang diberikan melalui Australia’s Legal Development Facility.
AusAID dan Pengadilan Keluarga di Australia bekerja sama dengan Mahkamah Agung Indonesia untuk melaksanakan penelitian mengenai akses dan persamaan dalam skala besar pertama di Pengadilan Agama di Indonesia.
Pengadilan-pengadilan itu memutuskan masalah-masalah hukum keluarga untuk masyarakat muslim Indonesia dan lebih dari 60 persen penggunanya adalah perempuan.
Penelitian tersebut menemukan bahwa para pengguna merasa sangat puas dengan pengalaman mereka.
Namun, penelitian tersebut juga menemukan hal lain bahwa pengguna, terutama perempuan dan masyarakat miskin, tidak menggunakan pengadilan tersebut karena mereka menganggap prosedurnya terlalu rumit dan tidak mampu untuk membayar biaya yang harus dikeluarkan, yang akibatnya mereka rentan terhadap siklus kemiskinan yang berkelanjutan.
Dalam menanggapi penelitian tersebut, Mahkamah Agung Indonesia meningkatkan anggaran untuk Pengadilan Negeri agar mereka dapat menghapuskan biaya untuk kasus-kasus tertentu, memberikan lebih banyak persidangan di tempat-tempat terpencil dan memberikan informasi yang lebih baik mengenai bagaimana cara memanfaatkan pengadilan-pengadilan tersebut.
Australia juga memberikan sumbangan bagi pembuatan rancangan undang-undang agar masyarakat biasa dapat mengakses pengadilan dengan harga yang terjangkau dan mendukung Mahkamah Agung untuk meningkatkan transparansi dalam sistem peradilan dengan mempublikasikan putusan-putusannya.
Pengawasan korupsi Survei Indeks Persepsi Korupsi nasional kedua, yang dilakukan oleh Transparansi Internasional Indonesia setiap dua tahun, dipublikasikan pada Februari 2007.
Didanai oleh Fasilitas Pengembangan Hukum, survei tersebut menanyai lebih dari 1.700 pebisnis di 32 lokasi mengenai pengalaman mereka terkait dengan korupsi badan-badan publik.
Survei ini, dan yang lainnya, menunjukkan bahwa ketika masyarakat Indonesia memandang upaya anti korupsi pemerintah pada 2007 lebih efektif dibanding tahun 2006, namun masih ada keyakinan umum bahwa korupsi masih tersebar.
Reformasi pelayanan publik Di Nanggroe Aceh Darussalam, Australia membantu pemerintah daerah untuk menerapkan ‘layanan satu pintu’ untuk memberikan pelayanan dengan lebih cepat, murah dan transparan.
Anggota masyarakat dapat mengunjungi satu kantor pemerintahan untuk mendapatkan layanan dengan segera, seperti alokasi perumahan, bantuan kesejahteraan dan pendaftaran akta kelahiran, kematian dan perkawinan.
Layanan satu pintu pertama dibuka pada April 2007 dan sekarang 35 Kecamatan di NAD menggunakan dana mereka untuk meniru reformasi-reformasi ini.
Australia juga berperan serta dalam kelompok kerja donor untuk mereview strategi reformasi tata pemerintahan Nanggroe Aceh Darussalam.
Selama 2007, hubungan antara pelayanan publik Australia dan Indonesia serta perguruan tinggi-perguruan tinggi terus memberikan kontribusi untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik melalui pertukaran ketrampilan.
Hubungan antar lembaga ini membuahkan hasil yang positif.
Contoh, kemitraan antara Lembaga Ilmu Kelautan Australia dan Pemerintah Indonesia menghitung potensi komersial dari sumberdaya laut Indonesia.
Badan Pengelolaan Lahan dan Properti Australia Barat melatih para pejabat Indonesia cara menggunakan satelit untuk memonitor kebakaran hutan, yang di masa lalu telah menyebabkan kabut asap yang mengganggu negara-negara tetangga.
Proyek pelatihan khusus yang mengembangkan pelatih-pelatih yang terampil dalam pelayanan publik kini diadaptasi oleh beberapa badan di Indonesia pada 2007, termasuk Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
Sepertiga pesertanya adalah perempuan.
Pemberdayaan perempuan dan masyarakat miskin Perempuan dan masyarakat miskin di Indonesia sering mengalami kesulitan untuk berperan serta dalam pembuatan keputusan dan membuat agar kebutuhan mereka didengar.
Pada 2007, Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) melanjutkan pengembangan kemampuan dan kepercayaan masyarakat untuk menyelesaikan kebutuhan-kebutuhan pembangunan yang menjadi prioritas dan menyuarakan keprihatinan mereka mengenai pemerintah daerah.
Proses penilaian dan perencanaan yang dipimpin oleh masyarakat ini telah digunakan di hampir 300 desa, termasuk di Kabupaten Jeneponto.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah daerah Jeneponto, masyarakat memetakan status ekonomi dan sosial mereka sendiri dalam sebuah sistem informasi geografis yang sekarang digunakan sebagai basis untuk semua program pengentasan kemiskinan di kabupaten itu.
Keamanan dan perdamaian Garis Besar Bencana mempengaruhi negara-negara miskin di dunia semakin sulit, tidak terkecuali Indonesia.
Profil iklim, geografis dan seismik, dikombinasikan dengan populasi 220 juta orang, berarti ribuan orang berada dalam keadaan yang rentan ketika bencana menghantam.
Membantu Indonesia ketika membutuhkan adalah landasan bagi Kemitraan Australia Indonesia, yang dibuktikan oleh respon yang cepat segera setelah tsunami terjadi sehari setelah natal 2004 dan gempa bumi Yogyakarta pada bulan Mei 2006.
Namun demikian, kemitraan tersebut lebih dari sekedar untuk memastikan bahwa respon itu efektif.
Ini adalah soal tugas penting untuk membantu masyarakat, dan pemerintah serta kelompok masyarakat sipil yang melayaninya, yang harus dipersiapkan dan tahan terhadap berbagai bencana yang terjadi di masa yang akan datang.
Australia juga memberikan sumbangan bagi pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di Aceh menyusul berhentinya konflik yang sudah berlangsung selama 30 tahun, termasuk dengan membantu para mantan pejuang untuk membangun kehidupan yang baru.
Siap bencana menyelamatkan jiwa Membangun kemampuan pemerintah untuk tanggap bencana Pemerintah Indonesia berada di garis depan ketika bencana melanda, karena itu sangat penting bagi badan-badan manajemen bencana tingkat nasional dan provinsinya untuk dengan cepat dan efektif merespon bencana-bencana tersebut.
Sebuah proyek senilai $1,4 juta untuk membangun kemampuan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS BNPB), dan membangun hubungan dengan Emergency Management Australia, selesai pada bulan Oktober 2007.
Selama tahun tersebut BAKORNAS BNPB direstrukturisasi dan panduan penanganan bencana dirancang.
BAKORNAS BANPB dan Emergency Management Australia membangun hubungan yang lebih kuat dan para pejabat senior Indonesia melakukan studi banding ke Australia untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang penanganan bencana, koordinasi bencana, asuransi dan pendanaan bantuan.
Metode untuk membentuk Tim Cepat Tanggap, yang siap untuk sebuah bencana, juga dibentuk.
Memperkuat kesiapan dan ketahanan masyarakat Ketika bencana menimpa, masyarakat sering kali tidak siap dan tidak yakin bagaimana meresponnya dan hal ini dapat menimbulkan dampak yang lebih parah.
Untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapan masyarakat, AusAID bekerjasama dengan organisasi-organisasi berbasis masyarakat dan LSM, termasuk dua organisasi muslim terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Di antara mereka, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah memiliki lebih dari 90 juta anggota, yang sebagian besar berada di pedesaan.
AusAID telah mendanai organisasiorganisasi ini untuk meningkatkan kesadaran bencana melalui sekolah-sekolah yang mereka miliki, terutama propinsi-propinsi yang beresiko tinggi, seperti Sumatra Barat, Bengkulu, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jakarta.
Para murid dan guru, serta kelompok-kelompok mudah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, saat ini menyuarakan kesiapan menghadapi bencana dalam masyarakat mereka.
Program senilai $700.000 dengan Nahdlatul Ulama selesai pada bulan Oktober 2007 dan fase kedua untuk kurun waktu dua tahun, sedang dikembangkan.
Program senilai $1,27 juta dengan Muhammadiyah juga akan dilanjutkan pada pertengahan 2008.
Di Aceh, Australia membantu lebih dari 200 penduduk untuk mengidentifikasi rute-rute penyelamatan dan mempersiapkan rencana tanggap darurat, yang sangat penting untuk menyelamatkan jiwa di wilayah yang secara geologis tidak stabil ini.
Kesiapan Masyarakat Kepulauan Mentawai dan Nias Kepulauan Mentawai dan Nias adalah daerah terpencil yang rawan terhadap aktivitas seismik.
Program kesiapan darurat senilai $3,15 juta, yang dikelola oleh SurfAID International, terus bekerja dengan masyarakat yang terisolasi di 55 desa pantai, agar mereka dapat mengidentifikasi, mempersiapkan dan merespon bencana.
Setelah dapat mengidentifikasi bencana gempa bumi dan tsunami sebagai bencana utama, masyarakat setempat juga prihatin dengan masalah banjir, tanah longsor, air pasang, badai tropis, siklon dan kebakaran hutan.
Keberhasilan program tersebut terlihat ketika gempa bumi yang sangat kuat menghantam Sumatra Bagian Barat pada bulan September 2007.
Banyak desa yang terkena bencana dengan percaya diri dan cepat mempraktekkan pelatihan yang telah mereka terima, sehingga jumlah korban yang jatuh hanya sedikit.
Program kesiapan di Yogyakarta-Jawa Tengah Sejak gempa yang mengguncang Yogyakarta, sementara rekonstruksi terus berjalan, aktifitas kesiapan bencana berbasis masyarakat membantu lebih dari 5000 orang untuk memiliki persiapan yang lebih baik jika bencana lainnya datang menghantam.
Kelompok dan rencana penanggulangan bencana lokal dibentuk pada 2007, dengan mendorong kerja sama dan independensi dalam menangani bencana.
Hal ini akan membantu masyarakat untuk memobilisasi dirinya sendiri selama bencana dan memiliki ketahanan diri.
Program pelatihan mengajarkan berbagai teknik seperti menyelamatkan diri, latihan evakuasi dan membangun tempat tinggal sementara yang aman dan tahan air.
Para guru juga dilatih dan meneruskan pengetahuannya pada rekan sekerja dan murid-muridnya.
AusAID lebih siap diri Selama 2007, AusAID meningkatkan kemampuannya untuk tanggap pada keadaan darurat.
Tim Cepat Tanggap menerima berbagai pelatihan, peralatan untuk bergerak ditingkatkan, dan persiapan dimulai dengan membuat gudang untuk menyimpan peralatan gawat darurat dan pasokan di Jakarta, yang akan dibuka pada 2008.
Kesepakatan tetap dengan mitra-mitra tanggap darurat yang penting juga dipertahankan.
Membantu Indonesia ketika terjadi bencana Indonesia mengalami beberapa bencana skala kecil hingga sedang pada 2007 dan Pemerintah Australia memberikan bantuan darurat ketika diperlukan setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Indonesia.
Australia juga bekerja erat dengan Palang Merah Indonesia, Federasi Internasional Palang Merah dan Masyarakat Bulan Sabit, dan Perwakilan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Urusan Kemanusiaan (UNOCHA) untuk menilai dan menanggapi keadaan darurat.
Australia menyediakan pendanaan inti untuk UNOCHA untuk mempertahankan kehadiran mereka di Indonesia.
Berbagai respon terhadap bencana harus tepat waktu dan dipertimbangkan dalam hal skala, kemampuan masyarakat lokal dan pemerintah daerah untuk memberikan respon, melihat kesenjangan dalam bantuan dan daerah dimana dampak yang paling signifikan dapat dicapai.
Ketika Jakarta dan daerah sekitarnya tersapu banjir pada bulan February 2007, Australia menyumbangkan $250.000 melalui Palang Merah dan Program Pangan Dunia untuk memberikan makanan dan berbagai pasokan untuk keadaan darurat.
Angin puting beliung dengan kecepatan 70 kilometer per jam menghantam Yogyakarta pada bulan yang sama dan menghancurkan lebih dari 1.000 rumah.
Sebagai tanggapan, Australia menyediakan $30.000 untuk menyediakan air minum bersih dan pasokan lainnya, dan untuk mendukung dapur umum yang melayani lebih dari 8.000 paket makanan setiap harinya.
Pada bulan April, Menteri Lingkungan Hidup Indonesia meminta bantuan Australia untuk merespon lumpur yang menyembur dari rekahan dekat lokasi pengeboran di Sidoarjo, Jawa Timur.
Lumpur tersebut mengakibatkan lebih dari 12.000 rumah, lusinan pabrik dan sawah, serta lebih dari 40.000 warga diungsikan.
Australia menyediakan $90.000 untuk proyek United Nations Environment Program (UNEP) untuk mencari pemecahan masalah yang dari segi lingkungan dan perekonomian memungkinkan untuk menanggulangi dan membuang lumpur tersebut.
Pada bulan September, gempa bumi berkekuatan 8.4 skala Richter mengguncang Propinsi Bengkulu dan Padang, yang mengakibatkan penderitaan bagi lebih dari 27.000 penduduk.
Australia menyumbangkan $50.000 melalui Palang Merah dan kemudian $150.000 melalui SurfAID untuk membantu masyarakat membangun kembali kehidupan mereka.
Australia mendanai UNICEF dan World Food Programme untuk bekerja bersama dengan pemerintah Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat untuk menanggulangi rawan pangan dan gizi buruk, terutama pada anak-anak usia 13 tahun dan para perempuan hamil dan sedang menyusui.
Program tersebut telah meningkatkan status gizi dari kelompokkelompok ini dan memperkuat sistem pemerintah dalam hal ketahanan dan respon keamanan pangan.
Pada bulan Juli, AusAID menyediakan dukungan ketika belalang menghancurkan pertanian di Nusa Tenggara Timur.
AusAID memberikan $700.000 kepada Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) untuk menyediakan peralatan pengendali lahan dan pelatihan bagi daerah-daerah yang paling parah, dan bekerja bersama Pemerintah Indonesia untuk memperkenalkan bio pestisida yang aman dan memungkinkan untuk penyemprotan kembali di Indonesia.
Program untuk membantu korban bom Kedutaan Australia di Jakarta (2004) selesai pada 2007, meskipun dukungan kesehatan dan pendidikan terus berlangsung.
Perdamaian di Aceh
Kehancuran yang diderita Aceh setelah tsunami sering kali mengecilkan dampak dari konflik yang telah berlangsung selama 30 tahun yang terjadi sebelum tsunami.
Sebelum tsunami, Aceh adalah propinsi termiskin keempat di Indonesia sebagian karena kerusakan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari konflik kekerasan tersebut.
Proses perdamaian berlangsung pada 2007, dengan dibuatnya Nota Kesepahaman yang ditandatangani pada bulan Agustus 2005 antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Para mantan pejuang kembali menyatu dengan masyarakat—yang paling terkenal, seorang mantan petinggi GAM saat ini menjadi Gubernur Aceh.
Namun demikian, kesulitan tetap ada, tujuh dari 10 mantan pejuang menjadi pengangguran.
Pekerjaan AusAID di sektor budi daya air—industri utama di daerah tersebut sebelum tsunami—membantu banyak orang untuk memiliki alternatif mata pencaharian, yang turut mendukung upaya-upaya perdamaian dan stabilitas dalam jangka panjang di Aceh.
Keuntungan dari perdamaian Setelah konflik bersenjata selama 30 tahun di Aceh berakhir dan perdamaian dipulihkan, Ismail Muhammad bingung kehidupan apa yang harus ia jalani.
Mantan komandan GAM tersebut kini cemas mengenai mata pencahariannya.
Sebelum konflik terjadi ia adalah petani udang di desa Samuti Krueng, tapi usahanya tersebut terhenti, sebagaimana yang dialami oleh banyak warga lainnya di Aceh dimana udang telah menjadi pegangan hidup—sebagai sumber makanan, sebagai lapangan pekerjaan dan sebagai komoditas yang menguntungkan.
Kehidupan Ismail menjadi lebih baik ketika ia bertemu dengan para pakar produksi udang dari International Finance Corporation yang, dengan pendanaan AusAID, memberikan penyuluhan tentang bagaimana ia harus mengelola tambaknya dan memperoleh keuntungan yang lebih besar untuk usahanya tersebut.
Setelah melepaskan 300.000 benih udang di tambaknya, Ismail mulai melakukan budi daya.
Pada panen pertamanya ia memperoleh 415 kilogram udang besar yang dijual dengan harga Rp 19 juta (sekitar $2.250).
Keuntungan bersih Rp 14 juta—13 juta lebih banyak dibandingkan dengan pendapatan bulanan rata-rata penduduk Indonesia.
Kemitraan Australia Indonesia Untuk Rekonstruksi Dan Pembangunan Pemulihan Pasca Bencana di Aceh dan Nias (2005–08) Ringkasan Eksekutif Tiga setengah tahun setelah tsunami 2004 yang terjadi sehari setelah Hari Natal (Boxing Day), rekonstruksi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) telah menunjukkan hasil yang nyata.
Masyarakat pulih dan berkembang.
Anak-anak telah kembali ke sekolah-sekolah yang sudah dibangun kembali.
Meskipun luka fisik, ekonomi dan emosi dari gempa bumi dan tsunami itu masih tetap membekas, rekonstruksi Propinsi NAD berjalan dengan baik, dan kehidupan kota Banda Aceh telah berdenyut kembali siang dan malam.
Di sepanjang wilayah pantai barat yang mengalami kerusakan paling parah, kini berderet rumah-rumah baru dan balai desa-balai desa, sekolah-sekolah dan klinik-klinik kesehatan dengan cat yang masih baru.
Kota Calang, yang lebih dari 80 persen penduduknya tewas akibat dari bencana tersebut dan sempat tidak dapat diakses melalui jalur darat, kini memiliki beberapa pasar, rumah makan, warung kopi dan sebuah hotel baru.
Jalanan sedang diperbaiki dan jembatan-jembatan sedang dibangun.
Masa depan masyarakat Aceh juga lebih positif menyusul berhentinya konflik yang sudah berlangsung selama 30 tahun.
Masyarakat sekarang dapat melakukan berbagai perjalanan ke seluruh pelosok propinsi tersebut tanpa harus mengkhawatirkan keselamatannya berkat penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Demobilisasi, Demiliterisasi dan Reintegrasi pada Agustus 2005.
Menurut salah seorang mantan aktivis: “ini adalah waktu yang paling baik di Aceh dalam 30 tahun terakhir”.
Pemerintah Australia menyumbangkan lebih $250 juta dalam bentuk bantuan tanggap darurat dan rekonstruksi, termasuk sumbangan yang signifikan dalam bentuk paket bantuan sebesar $1 miliar bagi Indonesia—dikenal sebagai Kemitraan Australia Indonesia untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (AIPRD).
Bantuan yang sangat dibutuhkan ini telah mendukung pemulihan masyarakat dalam berbagai cara, termasuk rekonstruksi infrastruktur publik seperti sekolah, fasilitas kesehatan dan pelabuhan di Banda Aceh.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Australia difokuskan pada konsolidasi investasi untuk rekonstruksi fisik dengan membantu masyarakat Aceh mengembangkan berbagai keterampilan yang diperlukan agar berbagai perbaikan di sektor-sektor ini terus berkelanjutan.
Korban jiwa yang diakibatkan oleh tsunami sangat menghantam sektor kesehatan dan pendidikan karena tewasnya ribuan dokter, perawat dan guru.
Australia, melalui Badan Pembangunan Internasional Australia (AusAID), telah menyediakan pelatihan untuk membangun kembali keterampilan-keterampilan yang hilang ini, termasuk 230 tenaga kerja rumah sakit, ribuan perawat dan bidan, serta 1750 guru.
Fasilitas pelatihan teknis dan sistem pengelolaan yang baru telah disediakan agar dapat menghasilkan generasi-generasi baru yang profesional di sektor-sektor ini, yang memiliki keterampilan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan yang sangat berkualitas.
AusAID juga telah bekerja bersama-sama dengan masyarakat dan pemerintah setempat di wilayah-wilayah yang dihantam tsunami untuk membuat ‘layanan satu pintu’ agar pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah setempat lebih transparan dan efektif dari sebelumnya.
Pemilihan kepala desa telah direvitalisasi dengan bantuan Pemerintah Australia, dan proses pemilihan umum telah ditingkatkan sedemikian rupa sehingga pemerintah daerah dapat mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan yang mereka ambil.
AusAID juga telah bekerja sama dengan penduduk di pulau Nias untuk memulihkan infrastruktur penting masyarakat dan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk menjaga dan mengelola infrastruktur tersebut.
Bantuan Australia juga telah memainkan peranan penting meskipun kecil dalam membantu masyarakat agar dapat kembali bekerja dan mendapatkan penghasilan.
Dalam sektor budidaya air, AusAID telah bekerja sama dengan para petani dan para pekerja sukarela pemerintah untuk meningkatkan hasil pertanian seperti udang.
Pemerintah Australia juga mempekerjakan ribuan warga Aceh dalam proyek-proyek rekonstruksinya, dan telah melatih para pekerja bangunan lokal dalam hal pembangunan dan pengembangan rumah sehingga mereka dapat membangun dan mengembangkan perumahan dengan kualitas yang lebih baik.
Namun demikian, kerusakan yang diderita Aceh dan Nias akibat salah satu bencana alam yang paling mematikan dalam sejarah modern ini tidak dapat diremehkan.
Begitu juga dampak yang diderita oleh masyarakat akibat konflik yang telah berlangsung selama 30 tahun.
Rekonstruksi sedang dijalankan, tapi masih banyak isu terkait dengan konflik tersebut yang masih belum terselesaikan.
Mantan pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM), misalnya, sebagian besar masih belum memiliki pekerjaan.
Selain itu, masih terjadi berbagai ketegangan di Aceh terkait dengan distribusi sumber daya yang tidak merata di seluruh propinsi tersebut akibat tingginya tingkat aliran bantuan ke daerah-daerah yang dihantam tsunami.
Mendukung stabilitas dan perdamaian serta membangun kembali masyarakat masih menjadi tantangan yang signifikan bagi masyarakat Aceh, pemerintah, kelompok-kelompok masyarakat madani dan donor-donor international.
Pekerjaan tersebut masih jauh dari selesai.
Australia berkomitmen untuk mendukung keberhasilan Aceh lebih dari sekedar upaya rekonstruksi, dan mengarahkan propinsi tersebut menuju era kemakmuran yang baru.
Laporan ini merinci prestasi-prestasi yang dicapai dalam program rekonstruksi Australia di Aceh dan Nias, serta menunjukkan masa depan yang positif bagi propinsi tersebut.
Total Pengeluaran Australia di Aceh dan Nias (hingga Juni 2008)
Bantuan darurat Kemanusiaan—AusAID 34,4 34,4
Bantuan darurat kemanusiaan—Departemen Pemerintahan Australia lainnya (terutama Pertahanan di bawah ‘Operation Sumatra Assist’) 37,4 37,4 AIPRD Komitmen Proyek Aceh dan Sumatra Utara 181,0 154,9
Program Rehabilitasi Aceh untuk memulihkan pelayanan kesehatan, pendidikan dan pemerintahan daerah ($80 juta)
Infrastruktur masyarakat ($25 juta)
Mata pencaharian—memulihkan budi daya air dan tanaman panen ($5 juta)
Penelitian dan pelatihan pendidikan ($3 juta)
Perumahan dan tempat tinggal sementara ($10 juta)
Membangun kembali sekolah di daerah konflik ($10 juta)
Pengembangan usaha daerah ($7 juta)
Bantuan infrastruktur dan teknis masyarakat Nias ($10 juta)
Pemetaan udara ($10 juta)
Pelabuhan Ulee Lheue ($8 juta)
Bantuan makanan kemanusiaan ($10 juta)
Bantuan teknis untuk memperbaiki tata pemerintahan ($3 juta)
Latar Belakang
Bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Samudra Hindia pada 26 Desember 2004 telah menyebabkan kehancuran yang sangat dahsyat di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), propinsi yang berlokasi di ujung barat Indonesia.
Diperkirakan 167.000 jiwa melayang dan sekitar 500.000 kehilangan tempat tinggal.
Sekitar 800 kilometer sepanjang garis pantai hancur dan lebih dari 3.000 hektar lahan tersapu bersih atau terendam air laut.
Pelabuhan, jalan dan jembatan juga mengalami kehancuran.
Ribuan sekolah, fasilitas kesehatan dan sumber air hancur atau rusak, dan sumber-sumber mata pencaharian penduduk lokal berkurang.
Pulau Nias mengalami dampak ganda dari tsunami dan gempa bumi yang sangat kuat pada 28 Maret 2005.
Pulau tersebut—telah menghadapi berbagai kesulitan karena terisolasi dan kurangnya peluang untuk memperoleh pendapatan yang memadai, sumber daya manusia yang terbatas dan buruknya infrastruktur—kehilangan 11 pelabuhan, 403 jembatan dan lebih dari 1.000 kilometer jalan lokal dan propinsi.
bencana tersebut.
Para personil departemen pertahanan, perawat, dokter, petugas logistik dan pekerja sukarela adalah beberapa diantara tim-tim pertolongan yang pertama kali tiba di Aceh.
Beberapa hari setelah terjadinya bencana tersebut, Australia berkomitmen untuk bekerja bersama-sama dengan Pemerintah Indonesia untuk menyediakan kebutuhankebutuhan yang mendesak bagi mereka yang selamat dan mulai menempatkan orangorang kami serta arsitektur institusional untuk menangani tugas-tugas rehabilitasi dan rekonstruksi yang sangat besar pada masa-masa selanjutnya.
Dalam beberapa hari setelah bencana tersebut, Australia mengumumkan paket bantuan lima tahun sebesar $1 milyar kepada Indonesia.
Kemitraan Australia Indonesia untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (AIPRD), yang dikelola bersama oleh pemerintahan kedua negara tersebut, telah mendukung berbagai upaya rekonstruksi dan pembangunan di dalam dan di luar daerah-daerah yang terdampak tsunami.
Pemerintah Australia berkomitmen untuk menyediakan lebih dari $250 juta bagi upaya darurat dan rekonstruksi Sumatera Utara.
Ini termasuk $181 juta dalam dana AIPRD untuk berbagai aktifitas rekonstruksi dan rehabilitasi di Aceh dan Nias.
Warga Australia juga secara sukarela menyumbangkan lebih dari $350 juta untuk program bantuan dan rekonstruksi akibat tsunami yang dijalankan oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Program Pemerintah Australia di Aceh difokuskan pada sektor-sektor yang paling kritis bagi rekonstruksi: kesehatan, pendidikan, infrastruktur, mata pencaharian dan tata pemerintahan.
Ini termasuk pembangunan kembali berbagai fasilitas kemasyarakatan seperti bangsal darurat di rumah sakit utama di Banda Aceh, klinik-klinik kesehatan, sekolah-sekolah, dan balai-balai desa di seluruh propinsi.
Bantuan pemerintah Australia juga membantu mengatasi berkurangnya tenaga-tenaga terampil akibat tsunami yang merenggut jiwa ribuan dokter, perawat, guru dan pegawai pemerintahan.
Sejak tsunami tersebut, peluang yang nyata muncul ke permukaan bagi terjadinya perdamaian dan pembangunan di Aceh.
Propinsi itu pulih tidak hanya dari bencana tsunami tapi juga dari konflik yang telah berlangsung selama lebih dari 30 tahun antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sebelum tsunami, diperkirakan 1,2 juta orang (28,5 persen) hidup di bawah garis kemiskinan.
Kemampuan untuk menyediakan dan mengelola pelayanan lemah dan terpecah-pecah.
Pada 2004, NAD adalah propinsi termiskin keempat di Indonesia.
Dua tahun setelah tsunami tingkat kemiskinan bertambah parah, sehingga NAD menjadi propinsi termiskin kedua di Indonesia.
Tingkat kemiskinan saat ini mengalami peningkatan berkat proses perdamaian dan upaya yang rekonstruksi yang dilakukan.1 Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani pada Agustus 2005 antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menghasilkan peletakan senjata oleh pihak GAM, demobilisasi ribuan mantan tahanan politik dan pejuang, serta penarikan ribuan pasukan dan polisi dari Aceh.
Pada Desember 2006, mantan pemimpin GAM terpilih sebagai Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam melalui pemilihan umum yang damai.
Sejak penandatanganan Nota Kesepahaman itu, kepercayaan antara kedua belah pihak meningkat kembali.
Selain itu, sejak disetujuinya Undang-undang tentang Pemerintahan Aceh pada 2006, Aceh telah memperoleh otonomi ekonomi dan politik.
Tantangan bagi Aceh sekarang adalah untuk mengelola kekuasaan dan tanggung jawab yang sangat besar yang telah diberikan ke daerah.
Laporan ini memberikan sebuah gambaran mengenai berbagai kemajuan dari program rekonstruksi Australia di Aceh dan Nias, mengambil pelajaran dari upaya rekonstruksi yang tidak diperkirakan sebelumnya, dan membahas transisi AusAID menuju pekerjaan pembangunan yang terus berlangsung di propinsi tersebut.
Dalam beberapa hari setelah bencana tersebut, Australia mengumumkan paket bantuan lima tahun sebesar $1 milyar kepada Indonesia.
Kemitraan Australia Indonesia untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (AIPRD), yang dikelola bersama oleh pemerintahan kedua negara tersebut, telah mendukung berbagai upaya rekonstruksi dan pembangunan di dalam dan di luar daerah-daerah yang terdampak tsunami.
Rancangan dan pendekatan program Setelah keadaan darurat yang diakibatkan oleh tsunami terkendali di Aceh, besarnya tantangan teknis, logistik, sosial dan peraturan menjadi tampak sangat jelas.
Ketika jumlah korban jiwa terus meningkat dan besarnya kerusakan dan kerugian diketahui, terlihat bahwa upaya untuk merekonstruksi sekolah-sekolah, jalan-jalan, pelabuhan-pelabuhan dan rumah-rumah hanyalah sebagian dari pekerjaan yang harus dilakukan dalam perkembangan selanjutnya.
Mengembangkan kembali kemampuan tenaga kerja Aceh juga sama menantangnya, karena ribuan dokter, guru, perawat, dan pegawai pemerintahan yang tewas secara tragis.
Setiap sektor di Aceh sangat membutuhkan bantuan.
Ratusan donor dan Lembaga Swadaya Masyarakat datang ke Aceh dengan milyaran dolar bantuan untuk rekonstruksi.
AusAID berencana untuk memberikan respon yang signifikan untuk jangka pendek dan menengah, terhadap bencana tersebut dalam lingkungan kerja yang sulit.
Karena konflik selama 30 tahun di Propinsi tersebut, Program Rehabilitasi Aceh dimulai hampir dari ‘titik nol’.
Sebelum tsunami, hanya ada sedikit donor atau LSM yang bekerja di Aceh, tidak ada perencanaan mengenai apa yang akan dibangun, tidak ada pekerja di lapangan dan tidak ada rantai pasokan.
Kemitraan Australia dengan Indonesia menjadi titik awal bagi pelaksanaan upaya-upaya AusAID di Aceh.
AIPRD membuat sebuah perjanjian baru demi kemitraan pembangunan yang lebih erat antara Pemerintah Australia dan Indonesia.
AIPRD memformalkan komitmen pemerintah-ke-pemerintah bagi kemitraan pada tingkat yang paling tinggi.
AusAID mengambil pendekatan yang pragmatis untuk mengembangkan seperangkat program yang secara keseluruhan dipadukan menjadi Program Rehabilitasi Aceh.
Agar efektif, program-program yang diperlukan untuk merespon lingkungan yang berubah tersebut mengembangkan berbagai kegiatan yang dapat berfungsi dengan baik dan tetap fleksibel.
Kemitraan formal dan informal dikembangkan pada setiap tingkatan.
Keputusan-keputusan yang terkait dengan alokasi dana dibuat oleh Komisi Gabungan yang diawasi oleh Perdana Menteri Australia dan Presiden Indonesia, serta menteri luar negeri dan menteri perekonomian kedua negara.
Penasehat yang bekerja bersama para pejabat pemerintahan Indonesia yang bertanggung jawab untuk melaksanakan rekonstruksi.
Para manajer program sektor ditempatkan di kantor-kantor pemerintah propinsi, dan sebuah jaringan yang luas dari staf-staf lokal yang dipekerjakan oleh AusAID bekerja pada tingkat desa.
Pendekatan ini dihargai oleh Pemerintah Indonesia dan masyarakat Aceh.
Australia menjadi dikenal sebagai mitra yang mengerti kebutuhan Aceh dan dapat diminta secara formal ketika ada tantangan yang harus diatasi.
Tujuan dan prinsip-prinsip program Tujuan dari Program Rehabilitasi Aceh adalah untuk memberikan sumbangan bagi pemulihan dan pengembangan Aceh dan Nias dengan cara-cara yang memenuhi kebutuhan dan aspirasi orang-orang dan masyarakatnya.
Untuk memastikan bahwa tujuan ini tercermin dalam semua kerja AusAID, lima prinsip ditetapkan untuk menjadi panduan untuk merancang dan mengembangkan bantuan Australia di Aceh:
Bekerja bersama dengan pemerintah di tingkat pusat dan pemerintah di tingkat propinsi Kemitraan resmi antara pemerintah Australia dan Indonesia memastikan bahwa AusAID meminta keterlibatan Indonesia sejak awal dan berkesinambungan dalam mengembangkan dan menyediakan program rekonstruksi.
Program-program yang dijalankan melalui sistem-sistem yang ada, yang dalam prosesnya membangun kembali dan memperkuat program tersebut.
Apabila memungkinkan, tim-tim AusAID ditempatkan di kantor-kantor pemerintahan daerah.
Mencari dan memberi dana pelengkap untuk memperkuat hasil program pembangunan Bukan kurangnya dana tapi masalah-masalah logistik dan perencanaan yang rumit lah yang menyebabkan berbagai kesulitan dan memperlambat rekonstruksi.
AusAID bekerja untuk melengkapi program pemerintah Indonesia dan negara donor lainnya dan secara strategis menjembatani kesenjangan yang menghambat kemajuan.
Fokus pada layanan-layanan yang sangat penting AusAID fokus pada sektor-sektor yang memberikan pelayanan yang sangat penting pada masyarakat.
Pelatihan guru dan perawat, pembangunan kembali sekolah, penyediaan peralatan dan sumber daya yang sangat penting, serta perampingan proses administratif dari pemerintah daerah, memiliki dampak yang segera terhadap kualitas pelayanan publik yang diberikan kepada korban tsunami.
Menargetkan masyarakat yang paling rentan dan miskin AusAID bekerja keras untuk mempertahankan fokus pada pemenuhan kebutuhan masyarakat terlebih dahulu, dan kemudian pada penemuan cara untuk menerapkan gagasan-gagasan yang baik.
AusAID dengan cepat mengerahkan dan menempatkan banyak penasehat di lembaga-lembaga lokal (pemerintahan dan masyarakat sipil) untuk mengumpulkan informasi mengenai berbagai kebutuhan, mencari tempat yang tepat agar bantuan AusAID bisa sangat membantu, dan mengembangkan sebuah program dari sana.
Bekerja di area di mana AusAID memiliki keunggulan yang sebanding Meskipun AusAID tidak memiliki program bantuan di Aceh dan di daerah-daerah lain di Indonesia sebelum tsunami, Australia memiliki banyak pengalaman di daerah-daerah lain di Indonesia.
Dengan secara hati-hati menggabungkan kemampuan-kemampuan AusAID dengan tim penasehat Aceh, AusAID dapat menyesuaikan metode pendekatan yang telah berhasil dengan lingkungan Aceh secara khusus.
Laporan tentang hasil dari berbagai sektor Program Rehabilitasi Aceh dimulai pada Januari 2005 sebagai program rekonstruksi jangka menengah.
AusAID mengembangkan berbagai program di bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur, tata pemerintahan, mata pencaharian bagi daerah-daerah yang terkena bencana di Aceh dan di pulau Nias, yang fokus pada hasil-hasil berikut: > pelayanan kesehatan dan pendidikan yang memenuhi kebutuhan masyarakat Aceh dimana mereka memiliki kepercayaan diri > infrastruktur dan peralatan yang digunakan dengan baik dan terpelihara > tata pemerintahan—masyarakat dan pemerintah yang bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat > mata pencaharian—struktur dan sistem pendukung yang membantu pertumbuhan ekonomi.
Kunci keberhasilan Australia di sektor-sektor ini akan dijelaskan secara rinci pada bagian ini.
Kesehatan Komitmen $28,2 juta Perkiraan pengeluaran hingga Juni 2008 $28,1 juta Kerusakan Konflik yang telah berlangsung selama tiga dekade, yang diperburuk oleh dampak akibat tsunami, membuat kondisi pelayanan dan infrastruktur kesehatan sangat mengkhawatirkan dan tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan provinsi tersebut secara memadai.
Lebih dari 120 fasilitas kesehatan hancur atau rusak.
Rumah sakit utama Aceh, Rumah Sakit Zainoel Abidin, rusak parah akibat tsunami dan 10% dari staf kesehatannya hilang atau dinyatakan tewas.
Paling sedikit 7 rumah sakit lainnya dan 11 pusat kesehatan propinsi hancur.
Ringkasan pencapaian
memulihkan unit gawat darurat di Rumah Sakit Zainoel Abidin
menata kembali sistem administrasi di Rumah Sakit Zainoel Abidin
mendirikan laboratorium kesehatan di Universitas Syiah Kuala dan Rumah Sakit Zainoel Abidin untuk melatih para profesional kesehatan di masa yang akan datang
meningkatkan proses pengelolaan pelayanan kesehatan di tingkat propinsi
meningkatkan kualitas empat klinik kesehatan dan merekonstruksi akademi kebidanan
merekonstruksi dua gudang farmasi dan membangun kembali rantai pasokan obat-obatan
merenovasi bangunan dan laboratorium di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banda Acehm
memberikan pelatihan dan pengembangan profesionalisme bagi lebih dari 230 staf rumah sakit
menyerahkan lebih dari 3.700 beasiswa bagi siswa-siswi keperawatan, bidan dan kedokteran.
Australia merespon dengan cepat kebutuhan di sektor kesehatan dengan memperbaiki unit gawat darurat Rumah Sakit Zainoel Abidin—rumah sakit terbesar di Aceh.
Fasilitas ini sekarang sudah sepenuhnya pulih dan merawat lebih dari 1.000 pasien setiap bulannya.
Pelayanan kesehatan terus ditingkatkan melalui pelatihan bagi para pekerja kesehatan.
Pengelolaan pelayanan kesehatan provinsi diperkuat melalui bantuan terarah dalam perencanaan dan anggaran departemen.
Dengan bantuan Australia, Dinas Kesehatan Provinsi Aceh diperbaharui dan rencana strategis pertama dan rencana aksi kesehatan Aceh sedang dijalankan.
Salah satu sumbangan terpenting Australia selama 2007 adalah pembangunan fasilitas untuk melatih dan menciptakan para profesional di bidang kesehatan di masa yang akan datang di Aceh.
Para mahasiswa diploma jurusan kesehatan sekarang dapat belajar bagaimana menggunakan berbagai teknik dan peralatan yang paling modern di Indonesia di laboratorium yang dibangun di Universitas Syiah Kuala.
Laboratorium itu akan melatih sekitar 1000 mahasiswa setiap tahunnya, dengan jumlah lulusan sekitar 200 setiap tahunnya.
Mahasiswa pasca sarjana akan mempelajari kasus-kasus kehidupan nyata di Universitas Syiah Kuala.
Selain itu, Australia juga mendukung renovasi laboratorium lingkungan dan mikrobiologi, laboratorium gizi, dan bangunan administrasi utama di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Banda Aceh.
Pendidikan Komitmen $45,25 juta Perkiraan pengeluaran hingga Juni 2008 $36,3 juta Dampak Kerusakan Tsunami telah meluluhlantakkan sektor pendidikan di NAD.
Lebih dari 2100 sekolah hancur atau rusak, termasuk lebih dari 1500 sekolah dasar, hampir 300 sekolah menengah pertama, dan taman kanak-kanak, sekolah teknik dan kejuruan serta sekolah-sekolah tinggi.
Sekitar 2500 guru dan 38.000 tewas dalam bencana tersebut dan 150.000 siswa kehilangan akses ke fasilitas pendidikan.
Bencana ini menyusul konflik di Aceh yang sudah berlangsung selama 30 tahun, yang telah mengakibatkan penurunan kualitas pendidikan.
Selama periode ini banyak guru yang menolak bekerja di daerah-daerah yang terkena konflik dan diperkirakan sekitar 900 sekolah dihancurkan oleh para pihak yang terlibat dalam konflik tersebut.
Bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk membangun kembali sekolah-sekolah Pemerintah Australia telah menyediakan $2,65 juta untuk mendukung pembangunan sebuah sekolah di Suak Timah, yang akan menyediakan pendidikan bagi anak-anak sekolah dasar dan menengah pertama di daerah tersebut.
Masyarakat dari area tersebut turut terlibat dalam merencanakan dan mengawasi proses pembangunan tersebut dalam dua tahun terakhir, dan menyumbangkan lapangan sepak bola masyarakat untuk dijadikan lokasi pembangunan sekolah baru.
Pemimpin masyarakat Tgk H Abdulla Agam mengatakan bahwa masyarakat ingin memberikan kepada anak-anak mereka sebuah awal yang baru setelah tsunami dengan menyediakan bagi mereka sebuah sekolah dan masa depan melalui pendidikan.
“Sekolah berkualitas ini sekarang menjadi tempat mendapatkan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak kami dan tempat bagi masyarakat untuk berkumpul,” katanya.
Ringkasan pencapaian
peningkatan pengelolaan sekolah dan aset dengan: – merenovasi 84 sekolah melalui bantuan-bantuan kecil – pelatihan untuk 101 sekolah untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan mengelola anggaran dan sumber daya
menyelesaikan rekonstruksi 13 sekolah dan tiga fasilitas administrasi pendidikan
terus merenovasi 43 sekolah dasar di daerah-daerah yang terdampak oleh konflik
menyerahkan 11.000 buku bagi perpustakaan-perpustakaan sekolah
membantu pelaksanaan Rencana Strategis Pendidikan Provinsi NAD
meningkatkan kualitas pelayanan pengajaran melalui pengembangan profesionalisme 1750 guru
menyediakan pelatihan bagi hampir 1.000 anggota komite sekolah dan pejabat pendidikan pemerintah di daerah-daerah yang terkena konflik
mengembangkan bahan-bahan pelatihan bagi tiga lembaga pelatihan pra jabatan guru sekolah dasar
menyediakan pelatihan dalam aktivitas yang menghasilkan pendapatan bagi 231 anggota staf perempuan di sekolah-sekolah Islam.
Diperkirakan hingga saat ini lebih dari 80.000 anak telah memperoleh manfaat dari bantuan Australia bagi sektor pendidikan.
Pada awalnya, perhatian difokuskan pada pembangunan kembali bangunan-bangunan sekolah, pusat pelatihan guru di universitas lokal dan dua dinas pendidikan.
AusAID kemudian fokus pada penguatan administrasi dan penyediaan pelayanan pendidikan yang merevitalisasi program pengelolaan berbasis sekolah dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Pemerintah daerah terus menawarkan program pelatihan bagi para guru dan kepala sekolah yang didasarkan pada manual-manual yang dibuat dengan bantuan AusAID.
Perguruan tinggi daerah menerima bantuan pengetahuan dan keterampilan teknis untuk meningkatkan kurikulum pelatihan guru.
Lebih dari 900 guru akan mendapatkan manfaat dari berbagai peningkatan ini setiap tahunnya.
Di beberapa daerah dimana standar dan kualitas pendidikan telah terdampak oleh konflik separatisme selama beberapa dekade, AusAID menyatukan kembali masyarakat yang telah terpecah-pecah melalui isu tentang pendidikan.
Pendekatan ini telah meningkatkan jumlah kehadiran siswa dan guru, serta ikatan desa yang lebih erat dan pembuatan keputusan yang lebih inklusif.
Program ini telah menghasilkan lingkungan desa yang lebih stabil dan damai.
Bantuan ini akan terus berlangsung selama 2009.
Australia juga bekerja untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam posisi-posisi pembuatan keputusan dalam komite sekolah.
Hasilnya sangat mengagumkan, jumlah perwakilan perempuan di sebagian besar komite sekolah meningkat sebesar hampir 40 persen.
Berbagai studi telah menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam lembagalembaga sosial berhasil mengurangi konflik dan meningkatkan fokus pada peningkatan kualitas pendidikan.
Infrastruktur dan perumahan Komitmen $27,5 juta Perkiraan pengeluaran hingga Juni 2008 $20,4 juta Kerusakan Sekitar 85 persen dari semua infrastruktur di Banda Aceh hancur oleh gempa bumi dan tsunami.
Dengan lebih dari setengah juta penduduk kehilangan tempat tinggal, sekitar 120.000 rumah permanen baru diperlukan.
Pelabuhan utama Aceh menanggung kehancuran terbesar akibat tsunami dan menjadi benar-benar terpisah dari daratan ketika dermaganya tersapu.
Kerusakan pada lebih dari 3.000 kilo meter jalan, 120 jembatan dan 14 pelabuhan memutuskan akses ke banyak darah pesisir pantai.
Infrastruktur ini harus dibangun kembali untuk memastikan adanya pasokan kebutuhan dan bahan dasar bagi rekonstruksi.
Diatas: Australia mencairkan hibah kecil bagi masyarakat untuk memperbaiki rumah-rumah yang tidak layak huni dan mengembangkan program pemeliharaan.
Foto: AusAID Kiri: Pembangunan Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh.
Foto: AusAID Ringkasan pencapaian
membantu memperbaiki pelabuhan Ulee Lheue, termasuk pembangunan sebuah terminal feri permanen
membangun lebih dari 1200 tempat tinggal sementara, dan melengkapinya dengan air dan sanitasi
meningkatkan keterampilan lebih dari 470 pekerja bangunan Aceh yang terlibat dalam upaya rekonstruksi
menyatukan para pekerja bangunan dan pakar teknis dalam berbagai tim untuk membantu lembaga-lembaga swadaya masyarakat untuk melaksanakan komitmen pembangunan rumah mereka
membantu Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) dan LSM untuk mempercepat rekonstruksi perumahan permanen
membangun kembali batas-batas lahan lebih dari 88.000 kavling lahan agar pembangunan rumah dapat dimulai
melatih 203 pejabat desa dan memberikan peralatan untuk memperbaiki kerusakankerusakan kecil pada rumah dan melakukan pemeliharaan
mencairkan bantuan-bantuan keuangan kecil kepada 45 warga untuk memperbaiki rumah-rumah yang sudah tidak bisa dihuni dan membuat program pemeliharaan
membangun kembali 175 balai desa.
Berkat bantuan Australia untuk memperbaiki pelabuhan utama Aceh di Ulee Lheue, saat ini 900 penumpang melakukan transit di terminal tersebut setiap harinya, meningkat 50 persen sejak 2005.
Australia juga membangun sebuah terminal feri permanen baru bagi para petugas administrasi pelabuhan dan banyak usaha kecil dengan sebuah tempat berteduh yang luas bagi para penumpang.
Australia juga memberikan kepada Pemerintah Indonesia dan organisasi-organisasi rekonstruksi lainnya peta digital yang rinci untuk lebih dari 14.400 kilo meter persegi daerah pantai Aceh dan Nias serta kepulauan Simeulue.
Peta-peta ini masih terus digunakan untuk perencanaan rekonstruksi dan untuk mengidentifikasi perubahanperubahan pada topografi Aceh.
AusAID juga membantu Pemerintah Indonesia memetakan aset-aset yang sudah direkonstruksi agar aset-aset tersebut dapat dialihkan kepada badan-badan pemerintahan daerah yang bertanggung jawab untuk mengelolanya dalam jangka panjang.
Pembangunan kembali balai-balai desa juga menjadi prioritas, dengan 175 fasilitas baru yang direkonstruksi.
Fasilitas-fasilitas baru tersebut dirancang melalui konsultasi langsung dengan masyarakat dan para pemimpin desa, dan telah menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan masyarakat desa.
Pemerintah Indonesia telah memberikan indikasi bahwa sejak April tahun ini, cukup banyak rumah yang sudah dibangun kembali.
Namun, kualitas beberapa diantaranya masih menjadi isu.
Berbagai isu mengenai kualitas sebagian merupakan hasil dari industri konstruksi Aceh yang dipaksa melampaui kemampuannya dikarenakan jumlah rekonstruksi yang sangat banyak.
Para penasehat Australia memainkan peranan yang sangat penting dalam membantu Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) menyelesaikan berbagai tantangan dalam sektor perumahan, dengan fokus pada isu-isu seperti memberi penjelasan kepada para penerima dan membuat sistem penjaminan kualitas.
Para pekerja bangunan, tukang pipa dan tukang listrik diberi pelatihan bersertifikat pemerintah di tempat kerja dan di ruangan kelas mengenai rekonstruksi perumahan.
Australia membantu LSM membangun rumah-rumah permanen untuk meningkatkan kualitas dan mempercepat pembangunan, dan merangsang masyarakat untuk mengambil peranan yang lebih aktif dalam pembangunan rumah.
Masyarakat diberi pelajaran mengenai standar kualitas bangunan agar mereka dapat memonitor pembangunan dan membantu mendapatkan rumah-rumah berkualitas baik dari penyedia rumah.
Hal ini didukung oleh program bantuan kecil sebesar $1,5 juta untuk memperbaiki kerusakankerusakan kecil di rumah-rumah yang baru dibangun di 45 desa yang mengalami dampak paling buruk.
Pembangunan kembali balai-balai desa juga menjadi prioritas, dengan 175 fasilitas baru yang direkonstruksi.
Fasilitas-fasilitas baru tersebut dirancang melalui konsultasi langsung dengan masyarakat dan para pemimpin desa, dan telah menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan masyarakat desa.
Tata Pemerintahan Komitmen $47,9 juta Perkiraan pengeluaran hingga Juni 2008 $42,7 juta Kerusakan Tsunami dan konflik yang telah berlangsung selama 30 tahun telah benar-benar mengurangi kemampuan Pemerintah NAD untuk merespon kebutuhan masyarakat dan menyediakan pelayanan.
Tsunami dan konflik tersebut juga telah melemahkan hubungan antara pemerintah desa dan pemerintah kecamatan.
Banyak pemimpin pemerintahan desa dan pemerintahan kecamatan dan lebih dari 5.000 pejabat publik tewas dalam bencana tsunami tersebut.
Peralatan dan kertas kerja tersapu, bangunan kantor pemerintahan hancur dan penyedia layanan benar-benar lumpuh total.
Akibatnya respon tersebut membutuhkan tidak hanya rekonstruksi bangunan tapi juga pelatihan bagi para pegawai yang baru diangkat.
Ringkasan pencapaian
menyediakan pelatihan khusus bagi lebih dari 700 petugas pemerintahan daerah mengenai kepemimpinan, perencanaan, pembuatan anggaran, penyelesaian konflik dan transparansi
menerapkan model penyediaan layanan ‘layanan satu pintu untuk merampingkan penyediaan layanan publik di 51 pemerintahan kecamatan—sekarang sedang dicoba diterapkan di seluruh NAD > membangun tujuh kantor kecamatan
memfasilitasi pemilihan kepala dan dewan desa secara demokratis di 270 desa (dua kepala desa perempuan terpilih untuk pertama kalinya di Aceh)
melatih 2300 orang sebagai pemimpin masyarakat (lebih dari setengahnya perempuan) di 204 desa.
Kanan: Tingkat kesadaran masyarakat akan proses pemilu dan peran mereka dalam masyarakat demokrasi membantu memperbaiki kualitas dan transparansi layanan pemerintah.
Foto: AusAID Kiri: Australia membantu merampingkan layanan rekonstruksi pemerintah melalui layanan satu pintu—masyarakat Aceh kini bisa mendapatkan berbagai jenis layanan dari satu tempat secara cepat, murah dan transparan.
Foto: AusAID Mendukung partisipasi perempuan dalam proses politik Di kabupaten Aceh Jaya, tiga perempuan berdiri untuk pemilihan kepala desa.
Di desa Tuwi Kayee, Ibu Tasyariah, seorang ibu dengan lima anak, melakukan kampanye dengan baik.
Visinya tentang desa tersebut terangkum dalam tiga tujuan utamanya:
memperluas peranan perempuan di desa tersebut;
membangun desa yang sehat dan sejahtera; dan
memperkuat spiritualitas desa.
Pembangunan pasar dan jalan umum desa yang menuju ke sawah adalah prioritas utama Ibu Tasyariah.
‘Pasar lama terbakar selama terjadinya konflik dan sekarang masyarakat desa harus pergi ke pasar Panga untuk berbelanja,’ ujar Ibu Tasyariah setelah ia memenangkan pemilihan.
Untuk populasi 218, pembangunan jalan umum sangat penting untuk mendukung bidang pertanian.
Australia mendukung kegiatan yang meningkatkan kesadaran para pemegang hak suara dan memberikan dukungan khusus untuk para wanita agar unjuk gigi dalam pemilihan tersebut dan memegang peranan kunci kepemimpinan, termasuk kursus-kursus pelatihan dalam pembuatan keputusan masyarakat.
Zainab, seorang wanita yang memberikan suara di Desa Mon Mata, di kecamatan Setia Bakti, ucapkan itulah pertama kali bahwa pilihan kepala desa dikelola secara baik, "Kebelakangan ini, kami pergi di balai desa untuk melihat siapa yang dicalonkan saja, lalu memilih suatu orang.
Sekarang, kami mengerti bagaimana siapa dipilih dan apa yang dia akan lakukan sebagai kepala desa.' Pencapaian 2007-08 Australia terus bekerja untuk memperkuat masyarakat dan pelayanan pemerintah daerah serta membangun keterkaitan yang lebih kuat.
Australia mentargetkan pelatihan keterampilan khusus di tingkat kecamatan.
Lebih dari 700 pejabat pemerintahan daerah dilatih dalam hal kepemimpinan, keterampilan dalam bidang teknologi informasi, perencanaan, pembuatan anggaran, negosiasi dan penyelesaian konflik.
Australia juga mendukung para pejabat yang memiliki komitmen untuk membuat ‘layanan satu pintu’ untuk memberikan pelayanan pemerintahan pada tingkat kecamatan.
Mereka kini dapat memperoleh informasi dan pelayanan yang terkait dengan alokasi perumahan, bantuan kesejahteraan dan pendaftaran kelahiran, kematian dan perkawinan dengan biaya yang lebih murah, lebih cepat dan lebih transparan dibanding sebelumnya.
Sistem ini benar-benar berhasil sehingga pemerintahan kecamatan di seluruh propinsi menggunakan anggaran mereka untuk meniru perubahan ini.
Australia melatih 2300 anggota masyarakat dari 204 desa untuk memimpin proses perencanaan dan rekonstruksi desa.
Pelaksanaan 730 rencana peningkatan kualitas desa akan membuat desa-desa ini mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri seperti memperoleh akses untuk mendapatkan air bersih, peralatan pertanian, penerangan, perawatan anak, dan pelayanan serta sumber daya yang sangat penting lainnya.
Pada 5 September 2007, masyarakat kabupaten Aceh Jaya berhasil mencetak sejarah dengan menjadi kabupaten pertama yang menyelenggarakan beberapa pemilihan kepala desa secara langsung dan bersamaan.
Australia bekerja sama dengan pemerintah kabupaten Aceh Jaya mempersiapkan peraturan pemilihan dan mendukung proses pemilihan tersebut dengan menjelaskan peraturan dan prosedurnya serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemilihan tersebut.
Dengan mendukung pemilihan yang bebas dan adil di tingkat daerah, Australia memberikan sumbangan pada peningkatan pelayanan pemerintah.
Warga sekarang menyadari hak dan kewajibannya untuk membuat agar kepala desa mereka bertanggung jawab dalam hal transparansi pemerintah dan pemberian pelayanan.
Para perempuan menjadi peserta aktif dalam pemilu langsung yang pertama kalinya terjadi di Aceh tahun 2006—termasuk pemberian suara dan pencalonan diri—serta partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan akan terus didukung.
Foto: AusAID Mata pencaharian Komitmen $22,1 juta Perkiraan pengeluaran hingga Juni 2008 $21,2 juta Kerusakan Tsunami menghancurkan sumber-sumber mata pencaharian bagi banyak masyarakat daerah pesisir di Aceh, memperparah kondisi ekonomi yang sudah lama rusak akibat konflik yang sempat berlangsung selama 30 tahun.
Budi daya air adalah industri daerah yang tumbuh dengan baik dan mendukung lebih dari 100.000 pemilik di propinsi tersebut hingga akhirnya tsunami menghancurkan kolam dan pembudidayaan udang di propinsi tersebut.
Kerusakan pada infrastruktur, cadangan ikan di pesisir pantai dan kesuburan tanah di sepanjang 800 kilometer garis pantai Aceh sangat besar.
Air laut dan sediment membanjiri garis pantai, termasuk tanah pertanian.
Rangkuman pencapaian
meningkatkan panen udang sebesar 30 persen untuk para peserta dalam proyek yang didanai Australia, dan mengurangi penggunaan pestisida hingga 60 persen
merekonstruksi tempat pembudidayaan utama di Aceh dan pusat pelatihan bagi para petani tambak udang
membangun laboratorium sementara di fasilitas budi daya air teknis yang utama di Aceh untuk mendukung para staf untuk menyebarkan praktek pengelolaan akuakultur yang lebih baik
melatih 2890 klien bisnis di seluruh Aceh dan Nias dalam perencanaan bisnis, saran pemasaran, dan pengelolaan keuangan
membuat fasilitas pendaftaran secara online untuk meningkatkan pelayanan hotel di daerah
membentuk 27 kelompok kredit mikro desa untuk membantu mengembangkan mata pencaharian dan inisiatif-inisiatif wirausaha kecil seperti tambak ikan dan udang, taxi sepeda motor, rumah makan kecil dan jahit pakaian
melatih 81 pekerja pertanian untuk memberikan saran kepada para petani mengenai praktek-praktek pengelolaan tanah yang baik untuk budi daya tanaman.
Kemitraan Usaha Swasta untuk Aceh dan Nias yang didanai oleh Australia memberikan pelayanan berupa saran untuk membantu usaha kecil dan menengah meningkatkan lingkungan bisnis mereka, memulihkan mata pencaharian di sektor-sektor yang strategis seperti budi daya air, meningkatkan akses untuk mendapatkan dana dan meningkatkan ketersediaan pelayanan pengembangan bisnis.
Membantu orang untuk kembali bekerja merupakan hal yang sangat penting untuk memulihkan kecukupan diri para korban tsunami dan merupakan langkah penting untuk memastikan agar kedamaian di Aceh berkelanjutan.
Dan saat peluang kerja terkait dengan rekonstruksi mulai melemah, memastikan bahwa mantan pejuang memiliki mata pencaharian alternatif yang mana penting untuk stabilitas jangka panjang provinsi tersebut.
Aceh adalah penghasil udang yang utama.
Sebelum tsunami, produksi udang tersebut mendukung lebih dari 100.000 pemilik usaha kecil—salah satu hasil komoditas yang menghasilkan uang di Aceh.
Untuk membantu menggairahkan kembali industri tersebut, Australia melalui program Pusat Penelitian Pertanian Internasional Australia (ACIAR) telah membangun tempat pembudidayaan udang dan membangun kembali pusat pelatihan bagi para produsen udang.
Praktek pengelolaan yang lebih baik telah membantu beberapa petani udang untuk menggandakan pendapatannya dengan meningkatkan hasil pertaniannya.
Departemen Perikanan Aceh akan mensosialisasikan praktik pengelolaan yang lebih baik pada para petani di seluruh propinsi tersebut.
Diharapkan hasil yang berkualitas tinggi dan dapat diandalkan tersebut akan menarik para investor untuk memproses udang di Aceh.
Dana Australia juga digunakan untuk meningkatkan budi daya air di Aceh dengan merehabilitasi fasilitas teknisnya di propinsi tersebut.
Ini mencakup rehabilitasi infrastruktur di fasilitas tersebut dan bekerja bersama-sama dengan para staf disana untuk mengembangkan keterampilan mereka agar mereka dapat memenuhi kebutuhan teknis industri budi daya air di daerah tersebut.
Australia telah bekerja sama dengan para petani dan pekerja penyuluhan budi daya air untuk memulihkan kesuburan tanah agar para petani dapat kembali menghasilkan beras dan tanaman komoditas lainnya seperti kacang dan kacang kedelai.
Hasil panen telah meningkat berkat penerapan teknik-teknik yang sudah dikembangkan.
Pelatihan telah diberikan kepada 81 pekerja penyuluhan budi daya air pemerintah daerah yang pada gilirannya akan melatih para petani—dampak yang menghasilkan keuntungan ini diharapkan terus menyebar keuntungan dari teknik-tekniknya yang sudah diperbaharui ini ke seluruh daerah yang terkena tsunami.
AusAID dan International Finance Corporation membuka Investor Outreach Office pada Maret 2007 sebagai bagian dari program $7 juta tersebut untuk mendorong investasi sektor swasta di Aceh.
Program tersebut mendukung 40 investor dan memberikan pelatihan bisnis pada 800 orang.
Membantu mantan pejuang memiliki mata pencaharian Pekerjaan Australia dalam di sektor budidaya air telah memainkan peranan penting dalam mendukung upaya perdamaian di Aceh dengan menyediakan alternatif mata pencaharian bagi para mantan pejuang.
Ismail Muhammad, petani dari desa Samuti Krueng di Bireuen, adalah mantan komandan GAM yang menjadi peserta dalam program pemulihan udang yang didanai oleh Australia pada 2007.
Sebagai bagian dari program, ia menerima pelatihan tentang bagaimana mengelola tambaknya dengan lebih baik.
Usaha Ismail terbayar.
Pada panen udang pertamanya, total produksi yang dia peroleh adalah 414 kilo gram udang galah besar.
Dla menjual hasil penennya tersebut untuk mendapatkan keuntungan hampir $1500 di lokasi di mana rata-rata pendapatan per bulannya adalah $110.
Ismail sangat senang dengan hasil yang diperoleh: “Saya punya hasil panen yang sangat baik, keuntungan yang bagus dan ukuran udang yang bagus.” Seorang penambak udang asal Aceh membawa pulang udang jenis Monodon, termasuk jenis terbaik di dunia.
Berkat dukungan dan pelatihan dari pusat budi daya air di Aceh – yang dibangun kembali oleh Australia – hasil panen mereka meningkat dan siap untuk dipasarkan.
Membantu orang untuk kembali bekerja merupakan hal yang sangat penting untuk memulihkan kecukupan diri para korban tsunami dan merupakan langkah penting untuk memastikan agar kedamaian di Aceh berkelanjutan.
Dan saat peluang kerja terkait dengan rekonstruksi mulai melemah, memastikan bahwa mantan pejuang memiliki mata pencaharian alternatif yang mana penting untuk stabilitas jangka panjang propinsi tersebut.
Nias Komitmen $10,0 juta Pengeluaran hingga June 2008 $6,2 juta Kerusakan Setelah tsunami pulau Nias menderita pukulan kedua dari gempa bumi yang terjadi pada 28 Maret 2005.
Dampak dari kedua bencana tersebut, ditambah lagi dengan dampak ekonomi akibat kondisi geografis yang terisolasi, telah membuat Nias menjadi salah satu daerah termiskin di Indonesia.
Australia memberikan kontribusi pada pemulihan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan merehabilitasi dan merekonstruksi infrastruktur masyarakat dan memulihkan pelayanan pemerintah daerah.
Bantuan Australia untuk Nias akan terus berlangsung pada tahun-tahun mendatang.
Ringkasan pencapaian
mendukung 96 proyek infrastruktur masyarakat skala kecil termasuk jalan-jalan akses, jembatan-jembatan, jembatan-jembatan suspensi, dinding penahan dan infrastruktur pasokan air—34 proyek tuntas dan 62 proyek lainnya akan dituntaskan pada Januari 2009
memfasilitasi lokakarya perencanaan masyarakat di 57 desa untuk memetakan kebutuhan infrastruktur masyarakat dan tujuan pembangunan di masa yang akan datang
merekonstruksi sepuluh kantor kecamatan—enam akan selesai pada Oktober 2008 dan empat akan selesai pada Maret 2009
melatih pejabat pemerintahan di empat kecamatan untuk mengelola dan memelihara infrastruktur.
Bantuan Australia di kabupaten Nias Selatan— kabupaten termiskin di Nias— mendukung proyek-proyek skala kecil yang dirancang untuk membangun kembali infrastruktur masyarakat seperti jembatan, akses jalan, dinding pengendali erosi, dan fasilitas air dan sanitasi.
Australia membantu masyarakat Nias Selatan meningkatkan kualitas hidup mereka dengan mendanai prasarana masyarakat kecil.
Foto ini menunjukkan sistem pembuangan air yang dibangun di desa Hilindrasonih, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan.
Foto: Elfrietz Berkani, AusAID.
Bantuan Australia di kabupaten Nias Selatan—kabupaten termiskin di Nias—mendukung proyek-proyek skala kecil yang dirancang untuk membangun kembali infrastruktur masyarakat seperti jembatan, akses jalan, dinding pengendali erosi, dan fasilitas air dan sanitasi.
Masyarakat mengidentifikasi proyek-proyek ini sebagai prioritas dan membangun infrastrukturnya sendiri.
Dalam prosesnya, anggota masyarakat diajarkan konsep-konsep dasar tentang menajemen proyek dan keuangan.
Warga desa memperoleh keuntungan baik melalui berbagai peluang kerja yang terkait dengan penerapannya ataupun secara langsung melalui peningkatan infrastruktur.
Meskipun skalanya kecil, proyek-proyek ini menghasilkan peningkatan yang substansial bagi warga masyarakat di desa-desa ini.
Masyarakat kini memiliki akses yang lebih baik ke sekolah, pelayanan pemerintah, layanan darurat dan pasar.
Fasilitas air dan sanitasi membantu mengurangi penyakit, terutama pada anak-anak.
Akses yang lebih baik untuk mendapatkan air sangat membantu para wanita—mereka dapat menghemat waktu yang sebelumnya dihabiskan untuk mengangkut air ke rumah-rumah mereka, mereka kini punya lebih banyak waktu untuk memberikan kontribusi dalam aktivitas-aktivitas yang produktif.
Australia sedang membangun kembali kantor pemerintahan kecamatan dan menyediakan bantuan teknis bagi pemerintahan-pemerintahan kecamatan.
Bantuan-bantuan ini termasuk pelatihan-pelatihan bagi para pejabat pemerintahan daerah dengan fokus pada investasi pemerintahan dalam infrastruktur masyarakat termasuk proses pemeliharaan.
Masyarakt membangun jalan untuk desa Koendrafa, Kecamatan Lolomatua.
Foto: Juni Sembiring, AusAID.
Transisi menuju pembangunan berkelanjutan Rekonstruksi kerusakan yang diakibatkan oleh tsunami hampir selesai dan kualitas infrastruktur di Aceh telah mencapai tingkat yang sebanding dengan situasi sebelum bencana tersebut menghantam.
Namun demikian, masih banyak hal yang perlu terus dikerjakan untuk memastikan Aceh memiliki kesempatan pulih sepenuhnya.
Situasi keamanan telah meningkat secara signifikan menyusul perjanjian perdamaian pada 2005 dan masyarakat merasa optimis, terutama dengan peningkatan yang signifikan dalam hal pendanaan pemerintah yang mengalir ke propinsi tersebut.
Namun demikian, tetap ada kekhawatiran terhadap tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi serta terbatasnya penyediaan pelayanan pemerintah menyusul terjadinya konflik sipil selama 30 tahun.
Menjelang akhir dari proses rekonstruksi tersebut, Pemerintah Australia masih tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan Aceh untuk mendukung perdamaian dan kesejahteraan jangka panjang.
Selama lima tahun ke depan, Australia akan memberikan hingga $50 juta untuk mendanai propinsi NAD untuk membantu memperkuat pemberian pelayanan dan membangun peluang ekonomi yang berkelanjutan bagi masa depan yang damai dan sejahtera.
Australia akan mendukung pemerintahan yang mempunyai kepedulian yang sama dan pendekatan donor untuk memberikan bantuan perdamaian dan pembangunan di Aceh.
Hal ini termasuk dukungan kepada strategi bersama pemerintah dan negara donor, dengan memfokuskan berbagai upaya untuk menjamin bahwa pendanaan pemerintah memenuhi kebutuhan masyarakat.
Australia akan terus bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan negara-negara donor lainnya untuk membantu pemerintah daerah di Aceh menyediakan layanan yang lebih baik dan memperkuat proses-proses yang demokratis.
Hal ini akan termasuk membantu pemerintah daerah untuk memperbaiki pelayanan mereka bagi para warganya, dengan membantu warga untuk meminta tata pemerintahan yang baik, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Australia juga akan meningkatkan keberhasilan program pendidikan pasca tsunami tersebut untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik di Aceh.
Ini dilakukan dengan bekerja secara terus menerus di daerah-daerah yang terdampak konflik untuk membangun kembali sekolah-sekolah dan mendorong peran serta masyarakat dalam pendidikan.
Untuk mendukung upaya-upaya perdamaian dan stabilitas jangka panjang, Australia juga akan fokus pada penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, termasuk para wanita yang secara tradisional terabaikan dari tempat kerja.
Australia akan terus bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan negaranegara donor lainnya untuk membantu pemerintah daerah di Aceh menyediakan layanan yang lebih baik dan memperkuat proses-proses yang demokratis.
Australia mendukung perdamaian dan pembangunan di Aceh Dampak ganda dari tsunami dan konflik sipil selama 30 tahun membuat Aceh menjadi salah satu propinsi termiskin di Indonesia.
Setelah tsunami, Australia membangun kembali fasilitas-fasilitas kesehatan dan pendidikan serta berbagai balai desa di tengah-tengah masyarakat, mendukung rekonstruksi perumahan melalui pemetaan lahan, memperkuat berbagai proses demokrasi dan meningkatkan penyediaan pelayanan pemerintahan.
Pada Juni 2008, Perdana Menteri Kevin Rudd mengumumkan inisiatif $50 juta untuk mendukung perdamaian dan pembangunan di Aceh.
Ini merupakan bagian dari kemitraan pembangunan lima tahun baru antara Australia dan Indonesia.
Dalam lima tahun ke depan, bantuan Australia di Aceh akan terkait dengan: > penyediaan peluang ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat Aceh > investasi pada sumber daya manusia dengan meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak Aceh > membantu pemerintah untuk menyediakan layanan yang lebih baik > membantu anggota masyarakat, termasuk perempuan, untuk berperan serta dalam pembuatan keputusan dan proses-proses demokrasi > mendorong Aceh yang aman dan damai.
Komitmen jangka panjang Australia untuk Aceh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kemitraan pembangunan kami dengan Indonesia.
Ini menandai transisi dari program rehabilitasi Australia di Aceh menuju komitmen berkesinambungan untuk pembangunan jangka panjang di propinsi tersebut.
Australia akan bercermin pada kesuksesan berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat di dalam program rekonstruksi Australia untuk meningkatkan tata pemerintahan—membantu pemerintah memperbaiki layanan publik dan meningkatkan kesadaran akan transparansi dan akuntabilitas.
Masyarakat dan organisasi-organisasi yang mewakili akan didukung untuk mengidentifikasi, merumuskan dan mengkomunikasikan kebutuhan mereka kepada pemerintah.
Foto: AusAID
Meningkatkan infrastruktur Indonesia Kebutuhan infrastruktur Indonesia semakin tinggi bersamaan dengan terjadinya tekanan penduduk dan kurangnya investasi sektor selama puluhan tahun sehingga mencapai puncaknya.
Bagi kebanyakan rakyat Indonesia, buruknya kualitas air, kemacetan lalu lintas, layanan sanitasi yang tidak memadai dan pemadaman listrik merupakan bagian dari hidup.
Jaringan jalan yang terbatas dan mutu jalan yang menurun berdampak pada akses menuju sarana kesehatan, sekolah dan pekerjaan, memperlambat pertumbuhan ekonomi dan membuat harga melambung, khususnya harga pangan.
Keadaan infrastruktur di Indonesia mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara.
Para penanam modal terhambat oleh arus perjalanan yang lambat dan kesulitan dalam pengangkutan barang.
Hal ini mempengaruhi pekerjaan dan kesempatan penghasilan masyarakat miskin.
Pemerintah Australia berkomitmen untuk bekerjasama dengan Indonesia dalam meningkatkan kebutuhan infrastruktur yang mendesak.
Bantuan Australia Infrastruktur sangatlah penting demi kelanjutan pembangunan jangka panjang.
Australia telah menjadi mitra pembangunan Indonesia selama lebih dari 50 tahun.
Di tahun 2011, kami mendukung infrastruktur Indonesia di 30 dari 33 provinsi dengan komitmen lebih dari A$450 juta.
Bantuan Australia digunakan untuk investasi infrastruktur fisik dan juga bantuan reformasi kebijakan dan kelembagaan.
Kami bekerja bersama Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perhubungan Indonesia untuk meningkatkan mutu, perencanaan dan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Apa yang telah kami capai Program Pembangunan Jalan Nasional Indonesia Timur (EINRIP) Australia bekerjasama dengan Indonesia untuk meningkatkan ruas utama pada jaringan jalan nasional.
Dua puluh proyek pembangunan jalan dan jembatan, didanai di sembilan provinsi di kawasan Indonesia Timur.
Dengan meningkatkan perencanaan, persiapan dan konstruksi jalan, proyek ini akan memberikan model bagi investasi masa depan, memperpanjang masa guna jalan, meningkatkan akses menuju pasar, meningkatkan produktifitas dan merangsang pertumbuhan ekonomi.
Prakarsa Infrastruktur Indonesia Australia bekerjasama dengan pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan akses menuju infrastruktur penting, termasuk persediaan air dan sanitasi serta jalan, rel kereta dan angkutan laut.
Dalam kemitraan yang erat dengan Pemerintah Indonesia, Australia membantu pembangunan kebijakan melalui persiapan rencana induk rel kereta dan jalan nasional.
Rencana induk tersebut akan memandu perencanaan pembangunan, peraturan dan penanaman modal untuk memperluas sanitasi ke delapan kota besar.
Air dan sanitasi Australia bekerjasama dengan berbagai pemerintah daerah di Indonesia untuk meningkatkan infrastruktur air dan sanitasi perkotaan.
Dengan memberikan dana hibah, program ini akan memberikan akses yang lebih baik menuju air pipa bersih bagi sekitar 380.000 penduduk di lebih dari 70.000 rumah tangga miskin perkotaan.
Bantuan kami juga membantu pemerintah setempat untuk berinvestasi pada sambungan pembuangan kotoran rumah tangga dan perencanaan sanitasi.
Masyarakat miskin di wilayah pedesaan juga didukung dengan akses menuju sarana air dan sanitasi yang lebih baik.
Program ini mendorong masyarakat untuk merencanakan, membiayai, mengelola dan mempertahankan sistem pasokan air dan sanitasi yang mereka miliki dan meningkatkan kebersihan.
Hingga 4.000 desa di seluruh Indonesia akan mendapatkan manfaat dari bantuan ini.
Kami juga bekerjasama dengan Indonesia untuk meningkatkan kebijakan, perencanaan dan kesempatan investasi di seluruh sektor air dan sanitasi.
Informasi lebih lanjut mengenai program Infrastruktur AusAID, silahkan kunjungi: www.ausaid.gov.au/country/indonesia/infrastructure.cfm
Pengantar Dengan berakhirnya tahun 2006, Indonesia Update – Ulasan Akhir Tahun melihat kembali perkembangan selama setahun terakhir dalam program bantuan Australia untuk Indonesia.
Di akhir tahun 2006, AusAID sesuai dengan rencana telah mengeluarkan A$340 juta* untuk Program Australia Indonesia di tahun keuangan 2006-07.
Dua belas bulan terakhir ini Australia banyak membantu Indonesia untuk pulih kembali dari bencana tsunami tahun 2004, yang berakibat buruk pada Indonesia, terutama Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD).
Bantuan Australia untuk Indonesia memperkuat hubungan kedua negara, yang kembali diperkuat dengan dukungan Australia untuk gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah bulan Mei lalu, bantuan pada para korban Gunung Merapi, dan korban tsunami di pantai selatan Jawa.
Sepanjang tahun, Australia terus membantu upaya rekonstruksi dan pembangunan kapasitas di Aceh yang akan terus berlanjut di tahun 2007.
Tetapi bantuan untuk bencana dan membantu membangun kembali masyarakat hanyalah sebagian dari komitmen Australia untuk Indonesia, program tahun 2006 mencerminkan kemitraan antara dua negara yang bertujuan untuk membangun Indonesia yang aman dan damai.
Berbagai bentuk program yang dikerjakan oleh AusAID bersama-sama dengan Pemerintah Indonesia memperlihatkan kekuatan dari hubungan ini – ini terlihat dengan banyaknya orang Indonesia yang turut membantu tercapainya tujuan dari program-program ini.
Di bulan Juni 2006, Australia dan Indonesia menandatangani kesepakatan yang memungkinkan AusAID menyediakan dana bantuan.
Melalui Partnership Loan Agreement, AusAID kini bisa mendistribusikan dana pinjaman yang memungkinkan berbagai proyek dibawah Kemitraan Australia Indonesia untuk Rekonstruksi dan Pembangunan.
Berbagai upaya untuk menguatkan economic governance dan kemampuan pengelolaan sektor publik dilakukan melalui program senilai $50 juta dengan jangka waktu lima tahun, Dana Kemitraan Pemerintah (Government Partnership Fund/GPF).
Saat ini ada 12 lembaga pemerintah Australia yang bekerjasama dengan lembaga pemerintah Indonesia, termasuk Departemen Perdana Menteri dan Kabinet Australia, Departemen Perbendaharaan Australia, Ombudsman Persemakmuran, dan Bank Negara Australia.
AusAID tahun ini menandatangani kesepakatan dengan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia – Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) – untuk bekerjasama dalam persiapan bencana.
Hampir sebesar $2 juta dialokasikan untuk meningkatkan kesadaran akan bencana di kalangan pelajar dan pengajar di sekolah-sekolah kedua organisasi tersebut, dan untuk memperkuat kerjasama antara masyarakat dan pihak yang bertangguan jawab atas pengelolaan bencana.
AusAID juga bekerjasama dengan UNICEF dan lembaga bilateral lainnya untuk memonitor hasil dari program-program kesehatan ibu dan anak, dengan perhatian kepada Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Tantangan terbesar di tahun 2007 adalah membantu Indonesia memperluas dan menguatkan strategi-strateginya untuk mengatasi pandemik dan penyakit-penyakit menular.
Walaupun Indonesia memiliki tingkat kematian tertinggi akibat avian influenza di tahun 2006 dibandingkan negara-negara lain, Indonesia terus berusaha mengurangi penularan lebih lanjut.
Indonesia juga berusaha membendung penyebaran HIV/ AIDS.
Australia terus berada di barisan depan dalam membantu Indonesia mengatasi tantangan-tantangan ini.
Di bulan November, Australia memberikan dana bantuan tambahan sebesar $18,5 juta kepada Indonesia untuk mengatasi avian influenza, yang menjadikan total bantuan Australia untuk avian influenza sejak tahun 2004 sebesar $34 juta.
Tahun 2007, AusAID akan terus bekerja mencapai tujuan-tujuan yang tercantum dalam Strategi Bantuan Australia (White Paper) 2006, Bantuan Australia: Mendukung Pertumbuhan dan Stabilitas, yang memberi perhatian kepada pertumbuhan ekonomi, mendukung efektifitas dan fungsi negara, memberdayakan manusia, dan mendukung stabilitas kawasan regional dan kerjasama.
Kemitraan yang kuat antara Australia dan Indonesia membawa berbagai jenis kontributor dalam penyampaian program bantuan – dari pemerintah dan sektor swasta hingga berbagai LSM dan ilmuwan – dan ini akan terus berkembang di tahun 2007 dan pada masa datang.
Kesehatan Uraian Singkat Di tahun 2006, Indonesia menghadapi berbagai tantangan besar tidak hanya dalam penyebaran avian influenza tetapi juga tugas untuk membendung penyebaran HIV/AIDS.
AusAID memberikan bantuan dalam bentuk pendidikan, penelitian, perawatan avian influenza, dan juga membantu memperbaiki prasarana kesehatan di Aceh dimana upaya rekonstruksi pasca tsunami terus berjalan sepanjang tahun.
Dalam rangka membantu Indonesia mengembangkan strategi pencegahan HIV/AIDS, AusAID bekerjasama dengan DPR membantu reformasi undang-undang narkotika, dan mendorong kenaikan 400% angka pengguna obat terlarang untuk masuk ke program jarum suntik.
Menjelang akhir tahun 2006, Australia tetap berkomitmen untuk membantu Indonesia menurunkan tingkat kematian ibu yang melahirkan, sekitar 307 per 100,000 persalinan – salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
Dua program kesehatan ibu dan anak milik AusAID di wilayah Indonesia Timur telah selesai tahun ini, tetapi AusAID telah memperpanjang pendanaan untuk UNICEF untuk mengimplementasikan program Kesehatan Anak dan Wanita di Papua dan akan memulai perencanaan program empat tahun itu untuk dapat dimulai bulan Juli 2007 di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Program ini akan diimplementasikan bersama dengan lembaga donor lainnya dan akan bekerjasama melalui sistem kesehatan daerah dengan dukungan dari tingkat nasional.
AusAID juga telah memulai kolaborasi dengan UNICEF dan lembaga bilateral lainnya untuk memonitor hasil berbagai program kesehatan ibu dan anak.
Dengan tujuan pembelajaran pembangunan, kegiatan monitor ini bertujuan untuk memperbaiki kerjasama antara program, memahami penyebab kematian ibu dan anak di Indonesia, dan yang terpenting melihat efektifitas keterlibatan para donor dalam usaha mengatasinya.
Tahun 2007, AusAID akan terus mengacu kepada Strategi Bantuan Australia untuk memperbaiki fasilitas, layanan, dan akses kesehatan di Indonesia.
Membantu memerangi avian influenza di Indonesia Walau beberapa negara telah berhasil meredam ancaman avian influenza, Indonesia terkena dampak terburuk, kelihatannya ada 74 dugaan kasus avian influenza dan 57 kematian – 45 darinya terjadi tahun ini.
Di saat bersamaan banyak provinsi berjuang menangani penyebaran penyakit ini di peternakan, yang mengancam mata pencaharian masyarakat miskin Indonesia.
Kerugian avian influenza di Indonesia berlipat ganda.
Di satu sisi, para peternak dipaksa untuk menanggung kerugian dari sekitar 60 juta unggas yang mati ataupun dibunuh, melakukan vaksinasi, dan menyesuaikan sistem peternakan.
Banyaknya unggas yang mati tidak hanya mempengaruhi pendapatan para peternak tetapi juga mengurangi sumber makanan masyarakat pedesaan.
Disisi lainnya, dengan terus menyebarnya penyakit di peternakan unggas menimbulkan resiko penularan kepada manusia dan segala resiko yang berkaitan dengan pandemik.
Sehubungan dengan alokasi dana dari Pemerintah Indonesia sebesar US$57 juta (A$34 juta) untuk mengatasi ancaman penyakit ini, Australia memberikan dukungan sebesar $34 juta kepada Indonesia untuk membeli 50,000 paket Tamiflu, menguatkan sistem karantina hewan, meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendanai berbagai program LSM di wilayah Sulawesi Selatan dan Papua, serta menghubungkan Indonesia dengan berbagai universitas dan institusi di Australia untuk menyediakan ahli epidemi dan laboratorium.
Australia juga menyediakan ahli pengelola penyakit dan mendukung Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian Indonesia dalam menguatkan sistem pengawasan dan tanggap darurat.
Memperluas program HIV /AI DS Pengembangan proyek AusAID senilai $37 juta untuk Penanganan dan Perawatan HIV/ AIDS Indonesia fase II merupakan inisiatif kesehatan penting di tahun 2006.
Proyek ini mendanai proyek-proyek HIV dengan memperbaiki keamanan persediaan darah di berbagai rumah sakit, memperkenalkan layanan HIV di penjara-penjara, memulai berbagai program berbasis kepercayaan di Papua untuk mengurangi kecanduan alkohol yang berhubungan dengan kegiatan seks beresiko, dan melatih para polisi tentang strategi pengurangan bahaya jarum suntik.
Program ini membawa beberapa keberhasilan di tahun 2006, diantaranya kenaikan sebesar 400% anaka pengguna obat terlarang jarum suntik untuk masuk ke program jarum suntik dari 8,000 orang menjadi hampir 30,000.
Kampanye media di Papua melibatkan grup sepakbola provinsi – pemenang nasional saat ini – untuk meningkatkan kesadaran akan HIV dan kesehatan seksual.
AusAID juga bekerjasama dengan DPR dalam reformasi undang-undang narkotika, dan dengan pemerintah lokal membentuk rencana kerja HIV/AIDS dan peraturan daerah yang bertujuan mengurangi bahaya narkotika.
Pertengahan tahun 2006, AusAID melantik Koordinator HIV/AIDS baru untuk Indonesia yang memberikan usulan teknis mengenai HIV di Indonesia, dan sekaligus memperkuat kemitraan AusAID dengan berbagai lembaga dan stakeholder di Indonesia yang terlibat dalam penanganan HIV/AIDS.
Sebelum program selesai pada bulan Agustus 2007, tim perencanaan AusAID telah bertemu dengan para stakeholder dan mengunjungi berbagai proyek di lapangan.
Hasil temuan tim ini sedang dikaji, dan rancangan kerja selanjutnya akan disejajarkan dengan Rencana Kerja Nasional Indonesia di bidang HIV/AIDS.
Kesehatan ibu dan anak di Indonesia Tingkat kematian ibu yang melahirkan di Indonesia masih termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara terutama di wilayah Indonesia Timur, dimana sekitar 554 dari 100,000 wanita meninggal saat melahirkan di NTT, dan lebih dari 1,000 dari 100,000 wanita di Papua.
Di Australia hanya 6 dari 100,000 wanita yang meninggal saat melahirkan.
Di tahun 2006, dua program kesehatan ibu dan anak milik AusAID di Indonesia bagian Timur telah selesai – yaitu proyek Kesehatan Wanita dan Kesejahteraan Keluarga di NTT dan NTB dan proyek Perbaikan Kesehatan Wanita di NTT dan Papua yang diimplementasikan oleh UNICEF.
Kedua proyek ini berhasil meningkatkan pengawasan saat persalinan dan pemeriksaan selama dan setelah kehamilan, memperbaiki kesadaran masyarakat, membuat manual tentang jender bagi pekerja kesehatan, dan uji coba inisiatif kesehatan untuk remaja putri.
AusAID telah memperpanjang pendanaan selama tiga tahun untuk mengimplementasikan proyek Kesehatan Wanita dan Anak di Papua dengan fokus pendekatan terpadu untuk memudahkan akses, kemampuan, meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi yang miskin, dan penyediaan kebutuhan kesehatan bagi wanita berusia produktif, bayi, batita, dan balita.
Sebuah program dengan jangka panjang empat tahun akan dimulai Juli 2007 di Provinsi NTT.
Melalui program ini, AusAID akan membantu Pemerintah Indonesia di tingkat nasional daerah untuk menerapkan strategi Membuat Kehamilan Aman, mengurangi tingkat kematian ibu dan bayi dan memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat Indonesia.
Fasilitas kesehatan baru untuk Bali Selesainya Australia Bali Memorial Eye Clinic merupakan proyek penting di tahun 2006 hasil dari bantuan Australia pasca pemboman Bali tahun 2002.
Klinik ini merupakan fasilitas kesehatan yang berdiri sendiri dan memiliki kapasitas untuk mengerjakan tiga operasi sekaligus, dan merupakan komponen terakhir bantuan Australia untuk bom Bali.
Klinik ini akan memiliki area yang luas, kamar pasien dengan 7 tempat tidur, fasilitas pelatihan ophthalmology, ruang belajar teater, dan beberapa ruangan untuk Dinas Kesehatan Provinsi.
Australia menyediakan prasarana, perlengkapan, dukungan teknis serta pelatihan tingkat tinggi agar klinik ini memiliki fasilitas kesehatan nomor satu dan menjadi tanda peringatan terkemuka untuk para korban pemboman 2002.
Saat selesai, klinik ini akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah Bali dan menjadi bagian dari RS Indera.
Pembangunan dimulai Februari 2006, dan setelah semua instalasi dan pelatihan staff diselesaikan, klinik dijadwalkan akan dibuka pada Juli 2007.
Fasilitas ini memiliki potensi untuk mengurangi pasien yang buta di Bali dan menjadi pusat pelatihan terkemuka di kawasan regional.
Begitu juga dengan Unit Bakar di RS Sanglah yang memiliki 15 tempat tidur, juga merupakan bagian dari komitmen bantuan Bali.
Unit Bakar ini menjadi bagian dari ICU di RS Sanglah yang terdiri dari 14 tempat tidur ICU, 6 tempat tidur ICU bagi pasien dengan serangan jantung, dan sebuah ruang operasi.
Unit Bakar ini terbuka bagi semua pasien, dengan struktur biaya sesuai dengan kemampuan pasien.
Australia juga menyediakan berbagai jenis pelatihan bagi staf rumah sakit dan memperbaiki kualitas sistem korja melalui program bersama Australian Volunteers International.
Governance Uraian singkat Tahun 2006 menjadi tahun yang sarat akan kegiatan bagi Program Governance, dengan 12 lembaga pemerintah Australia bekerjasama melalui program Dana Kemitraan Pemerintahan (Government Partnership Fund/GPF) guna memperbaiki kemampuan economic governance dan pengelolaan sektor publik Indonesia.
Program ini berhasil menghubungkan 290 pejabat tinggi Australia dan Indonesia melalui berbagai kegiatan magang, seminar, dan lokakarya.
Peserta dari Australia meliputi Departemen Perdana Menteri dan Kabinet, Departemen Perbendaharaan Australia, Bank Negara Australia, dan kantor Ombudsman Persemakmuran.
Pertukaran ini mendukung pelatihan ketrampilan langsung di area-area teknis yang dibutuhkan, konsep-konsep baru, dan praktik terbaik dalam pelayanan dan pengelolaan.
Program ini juga memfasilitasi berbagai jenis pelatihan di tahun 2006 untuk karyawan di tingkat menengah di berbagai institusi pemerintahan, sebagian besar di tingkat kabupaten dan provinsi.
Beberapa contoh, proyek Indonesia Australia Specialised Training secara langsung mengupayakan bantuan reformasi kepada Pemerintah Indonesia, dengan memberikan 350 jenis pelatihan untuk lebih dari 100,000 peserta hingga hari ini.
Sebagai contoh, sebuah proyek melatih para pelatih melalui lokakarya dengan 19 peserta dari kantor Direktorat Jenderal Pajak, berfokus pada kode etik, memperbaiki pelayanan, dan penegakan hukum.
Kesembilanbelas peserta ini kemudian melatih 800 karwayan dinas pajak lainnya di seluruh Indonesia, mendukung aplikasi kerangka kerja baru dalam administrasi perpajakan Indonesia.
Program Fasilitas Pengembangan Hukum memiliki empat penasehat utama yang terus memberikan anjuran dan mengkoordinasi kegiatan-kegiatan dalam HAM, akses untuk mendapatkan keadilan, kejahatan antar negara, dan anti korupsi.
Penasehat Utama untuk Reformasi Judisial selama ini membantu Kejaksaan Agung mengelola 17,000 perkara dan membantu Pengadilan Agama memperbaiki layanannya terutama bagi wanita yang menyelesaikan perkara perceraian dan perselisihan harta kekayaan.
Di bulan April, Fasilitas ini meluncurkan Buku Panduan Bantuan Hukum – sebuah panduan komprehensif untuk masalah-masalah hukum di Indonesia.
Buku ini diluncurkan oleh Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman dan HAM, dan diterima dengan baik sebagai sumber yang berguna: Hakim Agung meminta salinan buku untuk diberikan kepada setiap hakim di Indonesia.
Pemilihan umum: merubah bud aya politik Tahun 2006, Australia dan Asia Foundation menyediakan dana untuk 45,000 sukarelawan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR).
Indonesia saat ini berada di tengah-tengah agenda luas reformasi demokratisasi dan desentralisasi.
Setelah berhasil melakukan kampanye pengawasan pemilu 2005, jaringan ini menjadi organisasi masyarakat nasional ternama yang membantu menguatkan proses demokrasi di Indonesia.
Jaringan ini secara aktif bekerja membantu mengubah budaya politik lokal agar lebih bertanggungjawab kepada publik dengan memberikan informasi dan mendidik pemilih tentang program-program para calon pemimpin dan dengan memfasilitasi debat publik mengenai isu-isu terkini dalam proses pemilihan di Indonesia.
Jaringan ini memiliki 70 juta anggota.
Di tahun 2007, beberapa proyek percontohan akan dilaksanakan untuck memperluas kapasitas pantauan dan laporan jaringan ini.
Mereka juga akan terus mewakili rakyat Indonesia dalam sistem pemilihan umum.
Tamf – manajemen ekonomi yang baik Australia memainkan peran penting dalam membantu Indonesia mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan melalui program Technical Assistance Management Facility (TAMF).
Bantuan Australia di bidang manajemen ekonomi negara memungkinkan Pemerintah Indonesia menyediakan landasan yang mendorong investasi swasta, memperketat prosedur pengadaan negara di tengah maraknya pemberantasan korupsi, dan memprioritaskan proyek-proyek infrastruktur besar.
Ini termasuk upaya pembuatan rencana pengelolaan resiko untuk mendukung pengembangan kapasitas tenaga batu bara menjadi 10,000 megawatt.
Australia juga mendukung upaya lelang 3G spectrum, yang memberikan keuntungan sebesar US$500 juta diluar pajak.
Dukungan kami dalam pengelolaan hutang juga menunjukkan kemajuan efektivitas dan kini menjadi model bagi negara-negara lain yang berhutang.
Hal ini juga diakui oleh pasar uang, yang bisa dilihat melalui tingkat hutang Moody yang menunjukkan persepsi resiko investor terhadap Indonesia membaik.
Dukungan TAMF memiliki dampak signifikan dalam peningkatan penghasilan negara dan membentuk pengelolaan pajak yang lebih adil dan efisien, dengan keuntungan pajak di tingkat nasional dan Provinsi DKI Jakarta meningkat menjadi 45% dan 35% di tahun 2005.
Hasil evaluasi TAMF di pertengahan tahun 2006 menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki kepercayaan dan keyakinan yang tinggi terhadap motif dan kualitas layanan TAMF.
Donor-donor lain, termasuk Bank Dunia dan IMF, mengagumi kontribusi TAMF dan mengakui daya tanggap fasilitas ini dan para pekerjanya yang berkualitas tinggi.
Access – memberdayakan wanita dan rakyat miskin Program Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) bekerja di beberapa kabupaten miskin di Indonesia untuk memastikan bahwa suara para wanita dan rakyat miskin akan didengar.
Indonesia memiliki sumber daya dan kapasitas lokal yang sangat besar, namun suarasuara kaum wanita dan rakyat miskin seringkali tidak terdengar.
Situasi ini diperbaiki melalui pelatihan kepada fasilitator-fasilitator lokal untuk mengidentifikasi kesempatan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk merencanakan masa depan dan menumbuhkan keyakinan.
Hingga kini, ACCES telah melibatkan 63,000 orang dan menyediakan 350 dana hibah.
Kelompok masyarakat madani kini memainkan peran yang lebih penting dalam isu-isu daerah, meminta pemerintahan yang baik, dan turut berpartisipasi dalam berbagai jenis layanan dan masalah masyarakat.
Access di lapangan Suami Ibu Tija meninggal dunia 14 tahun yang lalu dan dia harus merawat ketiga anaknya sendiri, sekarang nenek berusia 52 tahun ini merasa hidupnya lebih baik.
Setelah menerima dua ekor kambing dari program ACCESS, Ibu Tija bergabung dalam kelompok peternakan hewan dan selalu datang pada setiap pertemuan.
Kini Ibu Tija bisa menyuarakan pendapatnya sendiri di berbagai pertemuan desa dan kelompok.
Ibu Tija kini memiliki keyakinan diri yang tinggi dan bahkan kini memiliki usaha tani rumput laut dengan salah satu anak lelakinya, dengan menggunakan modal yang ia peroleh dari ternak kambing.
Ia juga sedang berpikir untuk membuat kelompok penambak ikan mengacu pada model peternakan hewan sebagai bagian dari program yang didanai oleh ACCESS dan melihat masa depan yang cerah bagi diri dan keluarganya.
Pendidikan Uraian singkat Upaya-upaya Australia untuk membantu Indonesia meningkatkan standar pendidikan diseluruh wilayahnya mengalami kemajuan yang pesat di tahun 2006.
Program Pendidikan Dasar (Basic Education Program/BEP) akan menyediakan lebih dari 330.000 tempat-tempat baru bagi murid-murid Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan membangun dan memperluas 2000 sekolah diseluruh negeri, terutama di wilayah timur Indonesia.
Di Aceh, masyarakat yang terkena dampak tsunami dan konflik selama 30 tahun menerima bantuan untuk membangun kembali jaringan-jaringan sekolah mereka.
Dibawah program Rehabilitasi Pendidikan Aceh, sekolah-sekolah dibangun kembali dan diperbaiki, terutama disub-sektor pendidikan Islam dimana banyak anak-anak yang sangat miskin dapat belajar.
Sebagai tambahan, Program Masyarakat dan Pendidikan Aceh bekerja di wilayah-wilayah yang terkena konflik untuk membantu pembangunan kembali sekolah-sekolah dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Kedua program ini dimuat dalam bagian mengenai Aceh didalam buletin ini.
Sekolah baru akan meningkatkan tingkat pendidikan Di tahun 2006, AusAID telah memulai suatu program besar yang membantu pemerintah Indonesia memperkenalkan program wajib belajar 9 tahun bagi semua siswa.
Program Pendidikan Dasar AusAID berusaha mengatasi kurangnya akses kepada pendidikan lanjutan tingkat pertama, dengan fokus pada penyediaan lebih dari 330.000 tempat baru bagi pelajar SLTP dari kelas 1-3, dengan cara membangun dan memperluas 2000 sekolah.
Pembangunan dimulai di 13 provinsi tahun ini, kebanyakan di wilayah timur Indonesia, dan akan dimulai di 5 propinsi lainnya di awal tahun 2007.
Tahap pertama memastikan adanya sekitar 400 sekolah yang siap digunakan pada awal tahun ajaran baru bagi sekolah di Indonesia, dilanjutkan dengan pembangunan sekolah-sekolah lainnya dalam jangka dua hingga tiga tahun kedepan.
AusAID bermitra dengan Pemerintah Indonesia untuk menyediakan sekolah-sekolah negeri dan sekolah-sekolah Islam.
Salah satu komponen program ini adalah upaya Australia untuk memperbaiki kualitas dan manajemen pendidikan.
Sekolah-sekolah tersebut akan dibangun atau diperluas di daerah-daerah miskin dan terpencil dimana tidak terdapat sekolah, atau terdapat sekolah dengan kapasitas yang melebihi daya tampung.
Pembangunan sekolah-sekolah ini akan mempekerjakan masyarakat setempat dan bukan perusahaan-perusahaan komersil – melalui sistem-sistem konstruksi masyarakat milik Pemerintah Indonesia, dengan teknis pengawasan pendanaan dari AusAID agar sekolahsekolah tersebut memenuhi standar bangunan yang tinggi.
Selain digunakan oleh 300.000 siswa sekolah formal, fasilitas ini bisa digunakan untuk keperluan pendidikan non-formal, sehingga semua orang akan menerima keuntungan dari fasilitas ini, dan dengan demikian membuka kesempatan belajar bagi lebih banyak lagi orang di wilayah-wilayah yang terpencil dan yang sebelumnya tidak mendapat layanan yang baik.
BERINVESTASI pada manus ia melalui proses belajar Selama tahun 2006, AusAID terus membantu pengembangan sumber daya manusia Indonesia melalui program beasiswa pendidikan.
Inisiatif Beasiswa Australia yang baru diluncurkan bulan April lalu bertujuan untuk mengembangkan kemitraan, dan meningkatkan kepahaman, pengetahuan dan inovasi yang bersifat timbal balik di wilayah Asia Pasifik.
Inisiatif baru ini memayungi tiga program beasiswa Pemerintah Australia, yakni: Australian Development Scholarship (ADS), Endeavour Awards dan program beasiswa baru Australian Leadership Awards-ALA yang dikelola oleh AusAID.
Lebih dari 550 beasiswa pendidikan pasca sarjana ditawarkan ditahun 2006, termasuk 22 dari ALA.
Program ALA ini bersifat kompetitif secara regional, dan bertujuan untuk menciptakan pemimpin-pemimpin yang dapat mempengaruhi reformasi kebijakan sosial dan ekonomi serta hasil-hasil pembangunan.
300 beasiswa ADS diberikan kepada warga negara Indonesia baik dari sektor swasta maupun pemerintahan.
Saat ini, program ini berjalan di 19 institusi perguruan tinggi di Australia, tetapi akan diperluas di 2007 untuk mencakup semua perguruan tinggi, sehingga secara signifikan akan memperluas pilihan belajar.
Program APS (Australian Partnership Scholarships), secara resmi dibentuk pada bulan April 2005 sebagai bentuk tanggapan atas bencana tsunami, yang menempatkan 235 penerima beasiswa di universitas-universitas Australia.
Pelamar-pelamar program ini diambil dari organisasi-organisasi kunci di Indonesia, dan sejumlah 600 penerima diharapkan akan ditempatkan di universitas-universitas Australia sebelum semester pertama dimulai di tahun 2008.
Mata Pencaharian Uraian singkat Faktor kunci dalam membantu orang mendapatkan kembali mata pencaharian mereka adalah dengan membantu mereka mengembalikan potensi mereka dalam perkembangan ekonomi.
Melalui Kemitraan Australia Indonesia (Australia Indonesia Partnership), Australia membantu meningkatkan mata pencaharian diseluruh wilayah Indonesia dengan meningkatkan kesempatan dan menyediakan ahli teknis lokal.
Sejak bulan Januari, AusAID telah bekerja dengan International Finance Cooperation (IFC) untuk program Kemitraan Usaha Swasta (Private Enterprise Partnership) untuk memberikan bantuan teknis untuk mendukung pengembangan sektor swasta di Aceh dan Nias.
Program bernilai $7 juta ini memperkuat iklim bisnis di Aceh dan Nias dengan berfokus kepada UKM dan memperbaiki potensi investasi yang dimiliki Aceh.
Program ini juga memperbaiki akses pendanaan bagi usaha lokal dengan cara memperkuat lembaga-lembaga keuangan mikro dan mendirikan suatu biro kredit on-line kecil.
AusAID juga menyediakan bantuan praktis untuk meningkatkan keamanan atas persediaan makanan di wilayah-wilayah yang terkena dampak tsunami dan konflik di Aceh.
Hibah sebesar $10 juta kepada World Food Programme pada bulan Desember 2005 lalu telah membantu tersedianya 1500 ton biskuit lokal, 7000 ton beras dan 930 ton mie yang telah dibagikan ke seluruh Aceh, dan hibah tersebut juga mencakup biaya transportasi dan penyimpanan persediaan makanan tersebut.
Juga di Aceh, tahun ini Australia telah bekerja untuk memulihkan sistem panen tahunan di wilayah pantai barat yang terkena dampak parah tsunami, termasuk dengan melatih para pelatih pertanian dan memperbaiki praktek-praktek pengelolaan tanah melalui demonstrasi langsung dan kunjungan dari petani ke petani.
Memperbaiki sistem perikanan Sebelum bencana tsunami, perikanan merupakan sumber penghasilan, pekerjaan dan mata pencaharian penting bagi banyak masyarakat Aceh.
Industri ini mempekerjakan lebih dari 94.000 orang, memiliki nilai produksi tahunan sekitar $75 juta per tahun, dan didominasi oleh tambak-tambak kecil yang menghasilkan udang dan ikan bandeng.
Udang galah yang diproduksi untuk keperluan pasar ekspor mencapai dua pertiga dari produksi tersebut, dan perikanan memegang peranan penting dalam mengurangi tekanan terhadap cadangan ikan laut.
Lebih dari setengah tambak-tambak di Aceh – sekitar 20.000 hektar – rusak akibat tsunami, dengan sekitar 9.000 hektar yang hancur total.
Lebih dari 80% tambak-tambak udang juga hancur, dan sekurangnya 40.000 orang kehilangan mata pencaharian mereka.
Australia memberikan bantuan sebesar $5 juta untuk membantu memperbaiki mata pencaharian di Aceh melalui Australian Centre for International Agriculture Research (ACIAR), dengan pengalokasian A$4 juta untuk pengembangan Industri Perikanan Aceh untuk membangun kembali tambak-tambak ikan dan membantu Pusat Pengembangan Perikanan Air Tawar mengembangkan praktek-praktek manajemen praktis bagi peternak ikan lokal.
Membentuk jaringan di sektor agribisnis Program Pengembangan Pemegang Agribisnis Kecil (Smallholder Agribusiness Development Initiative – SADI) dirancang untuk mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan produksi pertanian dan kemiskinan pedesaan di wilayah timur Indonesia.
Tujuan utama SADI adalah mempertahankan pertumbuhan pedesaan dan pendapatan rumahtangga melalui peningkatan produktifitas, menciptakan akses ke pasar yang lebih baik, dan kegiatan-kegiatan yang memberikan nilai tambah baik yang diluar maupun didalam lingkungan pertanian.
Tugas utama SADI adalah menciptakan jaringan yang lebih kuat antara pebisnis kecil di pedesaan dengan masyarakat Indonesia secara luas dan masyarakat ekonomi global dalam jangka panjang melalui insentif swasta, tanpa harus didukung terus-menerus.
Inisiatif ini telah memasuki tahap awal 6 bulan, setelah itu program senilai A$38 juta (Tahap I hingga akhir 2009) ini akan dilaksanakan bermitra dengan Program Pengembangan Kecamatan milik World Bank, the International Finance Corporation (IFC) dan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR).
Kantor manajemen SADI yang berada di Makassar, Sulawesi Selatan, telah mulai beroperasi dan dijadwalkan untuk dibuka secara resmi di bulan Januari, dan kesuksesan implementasi Tahap Pertama akan menjadi dasar bagi program ini untuk terus berkembang setelah 2010.
Tanggap Bencana Uraian ringkas Tanggapan terhadap bencana alam dan akibatnya terhadap masyarakat merupakan bagian dari pekerjaan utama program bantuan Australia.
Ini merupakan salah satu tugas terberat yang ditingani AusAID, karena bencana alam tidak dapat diprediksi ataupun dihindari.
Di tahun 2006, Indonesia masih berusaha mengatasi kehancuran akibat gempa bumi bulan Desember 2004, ketika ditimpa kembali oleh berbagai bencana alam lain yang menelan korban jiwa dan mengancam mata pencaharian.
Di awal Januari, hujan deras yang turun selama tiga hari menyebabkan banjir besar dan tanah longsor di beberapa kabupaten di Jawa Timur, menewaskan sekurangnya 80 orang dan memaksa hampir 10.000 orang untuk mengungsi dari rumah mereka.
AusAID kemudian memberikan bantuan sebesar $200,000 untuk mengevakuasi para korban yang terluka dengan menyewa helicopter, mengirim bantuan darurat ke wilayahwilayah yang tak terjangkau dan membantu melihat seberapa besar kerusakan yang terjadi.
Australia juga membagikan berbagai keperluan darurat seperti obat-obatan, makanan, tenda, peralatan kebersihan bagi masyarakat yang rumahnya hancur.
Di bulan Mei, bencana alam berkekuatan 6.3 skala Richter menimpa provinsi DIY dan Jawa Tengah, menewaskan sekitar 6.000 orang dan mengakibatkan satu juta orang kehilangan tempat tinggal.
Australia memberikan total bantuan senilai $37,5 juta termasuk $7,5 juta digunakan untuk menyediakan perawatan medis dan bantuan berupa persediaan makanan, air, sanitasi dan tempat penampungan dan dana tambahan sebesar $30 juta digunakan untuk program bantuan jangka panjang.
Gempa tersebut terjadi dua minggu setelah proses evakuasi 20.000 masyarakat dari desa-desa sekitar Gunung Merapi di Jawa Tengah.
Getaran-getaran di sekitar gunung berapi tersebut mulai terasa di akhir April, dan di awal Mei, lava mulai mengalir, membahayakan masyarakat sekitar.
Australia memberikan kontribusi awal sebesar $100.000 kepada Palang Merah Indonesia untuk membantu proses evakuasi, tetapi setelah proses pengungsian awal, aktivitas gunung berapi mulai berkurang dan penduduk setempat diperbolehkan kembali kerumah masing-masing.
Australia juga memberikan bantuan saat tsunami menghantam pantai selatan Jawa di bulan Juli, menewaskan lebih dari 570 orang dan lebih dari 50.000 orang terpaksa mengungsi.
Walaupun terdapat kerusakan cukup parah terhadap bangunan-bangunan yang berjarak 500 meter dari pantai, prasarana dan sektor jasa yang tidak berlokasi dekat pantai masih berfungsi, termasuk listrik dan persediaan air.
Australia memberikan kontribusi sebesar $250.000 dalam bentuk bantuan darurat dan program bantuan bersifat jangka pendek hingga menengah.
Di tahun 2007, AusAID akan terus memantau kebutuhan masyarakat yang tinggal di wilayah yang terkena dampak bencana, dan akan terus berdialog dengan Pemerintah Indonesia untuk menemukan cara terbaik mendukung masyarakat tersebut menuju masa depan.
Gempa bumi di Yogyakarta Gempa bumi yang mengguncang Yogyakarta pada tanggal 27 Mei membawa kehancuran yang sangat dahsyat, dan Pemerintah Australia segera mengirimkan tim tanggap darurat yang terdiri dari 85 ahli bencana ke wilayah bencana tersebut.
Bantuan kemanusiaan Australia sebesar $7,5 juta diguanakan untuk menyediakan obat-obatan, perlengkapan rumah sakit dan bantuan, tim medis dan tim bedah, dua tim insinyur dan pelayanan, ahli logistik, dan ahli air dan sanitasi, guna membantu mengkoordinasi dan memberikan saran mengenai kebutuhan-kebutuhan.
Australia juga telah menyediakan dana untuk PBB, Palang Merah Indonesia serta LSMLSM lokal maupun LSM Australia untuk berperan aktif di lokasi-lokasi bencana.
AusAID juga menunjuk seorang ahli infrastruktur untuk menilai kerugian dan kerusakan yang dipimpin oleh BAPPENAS.
Para staf dan kontraktor AusAID bekerja di kantor lapangan di Yogyakarta, sementara lainnya bekerja di beberapa tim infrastruktur darurat untuk mengidentifikasi berbagai kebutuhan awal rekonstruksi yang mendesak hingga yang berjangka panjang.
Di bulan Juni, hibah senilai $30 juta disetujui untuk proyek penghancuran, perbaikan dan pembangunan yang bersifat mendesak hingga pembangunan yang berjangka panjang, dan segera setelah misi perencanaan program dimulai.
Kemudian dibentuklah program dua tahun Bantuan Masyarakat Yogyakarta-Jawa Tengah, yang menyediakan bantuan jangka pendek hingga menengah yang membantu keluargakeluarga serta masyarakat yang terkena gempa untuk segera kembali pada keadaan normal.
Di bulan November, Rencana Kerja Rutin Enam Bulanan yang pertama disetujui.
Tahun depan akan diupayakan tiga program utama, yaitu: program peningkatan klinik kesehatan, program hibah untuk rehabilitasi, dan program kesiapan sekolah.
Infrastruktur Uraian singkat Sepanjang tahun 2006, Program Infrastruktur memperhatikan program-program yang bersifat praktis yang memberikan hasil-hasil yang dapat dilihat.
EINRIP telah bekerja sama dengan Direktorat Pekerjaan Umum untuk menentukan proyek-proyek prioritas; dan Program Smallholder Agribusiness Development Initiative (SADI) telah dimulai.
Program pembangunan daerah, ANTARA, telah membuka kantor operasinya di Kupang bulan Maret lalu, dan telah menyelesaikan tahap persiapannya, mulai menerapkan gagasan-gagasannya untuk mengurangi kemiskinan di provinsi NTT.
Tugas utama ANTARA adalah membantu Pemerintah Indonesia, organisasi-organisasi yang berkepentingan serta rakyat di propinsi tersebut mengatasi masalah-masalah yang menyebabkan provinsi tersebut menjadi salah satu yang termiskin di Indonesia.
Gagasan praktis tersebut meliputi bantuan teknis manajemen penyediaan obat-obatan dan perbaikan layanan ahli bedah, serta proyek-proyek untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan dasar dan membantu industri pariwisata melalui Bantuan Pariwisata Manggarai Barat oleh Swiss dan Australia (West-Manggarai Swiss Australia Tourism Assistance/WISATA).
Periode program ANTARA adalah 10 hingga 15 tahun dan memiliki mandat untuk mengembangkan berbagai gagasan inovatif untuk mengatasi kemiskinan.
Program pinjaman dari Aus tralia untuk membangun jalan di wilayah timur Indonesia Program perbaikan jalan yang didanai oleh pinjaman bernilai besar ditujukan untuk membantu pembangunan ekonomi serta sosial di daerah, terutama di bagian timur Indonesia, dengan meningkatkan kondisi jaringan jalan nasional.
Proyek Perbaikan Jalan untuk Wilayah Timur Indonesia (EINRIP) senilai $300 juta ini merupakan proyek berjangka waktu lima tahun dan menjadi sumber dana untuk memperbaiki jalan-jalan umum serta jembatan-jembatan yang rusak di sepanjang wilayah timur Indonesia.
Tambahan dana hibah sebesar $28 juta sedang disediakan untuk mendukung persiapan proyek dan memperkuat kemampuan Departemen Pekerjaan Umum dalam mengelola jaringan jalan nasional dan mengatasi bebagai permasalahan seperti perawatan jalan.
Sebuah tim persiapan dibentuk pada bulan Maret 2006 untuk bekerja lebih dekat dengan Direktorat Jenderal Jalan Tol di Departemen Pekerjaan Umum untuk menentukan proyek-proyek prioritas, melakukan survey yang rinci, dan memulai perancangan pembangunan akhir.
Upaya-upaya keselamatan sosial dan lingkungan kini sedang disiapkan dengan menggunakan pengalaman yang diperoleh dari proyek-proyek serupa, dan upaya-upaya tersebut merupakan bagian terpadu dari evaluasi dan perencanaan EINRIP.
Aceh Uraian singkat Proyek-proyek AusAID di Aceh menghasilkan kemajuan yang sangat pesat di tahun 2006.
Kegiatan perbaikan pasca tsunami berjalan lancar di pelabuhan Ulee Lheue, dan bantuan dari Australia telah membantu dalam membangun kembali sekolah-sekolah serta fasilitas-fasilitas baru.
Program LOGICA memberi kekuatan kepada penduduk setempat untuk memimpin upaya perbaikan lingkungan mereka, dan infrastruktur kesehatan telah ditingkatkan dan diperbaiki secara luas.
Pemerintahan Daerah Dan Prasarana Untuk Masyarakat di Aceh (LOGICA) Bencana tsunami yang terjadi merupakan bencana yang belum pernah dialami sebelumnya, dan telah memaksa pemerintah untuk berupaya keras mengatasinya dengan tenaga serta sumber daya yang terbatas.
Desa-desa berada dalam kondisi yang tidak menentu, dan di tengah kondisi tersebut masyarakat harus bangkit bersama untuk merencanakan masa depan, dan untuk melakukan peran aktif dalam memimpin dan mengawasi upaya pembangunan dan pemulihan desa.
LOGICA didirikan pada pertengahan tahun 2005 dengan tiga tujuan utama: menata kembali kepemilikan tanah melalui pemetaan tanah masyarakat, memperkuat pemerintah kelurahan dan membentuk kembali masyarakat-masyarakat tingkat desa melalui perencanaan yang dipimpin oleh masyarakat, peningkatan keahlian serta hibah prasarana masyarakat.
Kelebihan dari pendekatan LOGICA terletak pada pendekatannya yang menaruh pusat perhatian pada masyarakat dan tindakan.
Fasilitator dari desa hidup bersama masyarakat yang dibantu olehnya, dan mereka telah melatih lebih dari 1.300 pemimpin desa, yang lebih dari setengahnya merupakan wanita, guna menyokong program pembangunan kembali desa-desa.
Jaringan fasilitator ini memimpin proses perencanaan desa tersebut dan telah membentuk komite-komite di 35 desa untuk mengelola hibah-hibah infrastruktur masyarakat.
Para pemeta tanah masyarakat di bawah LOGICA telah bekerjasama dengan penduduk desa, dan sebanyak 339 peta desa yang mencakup sekitar 70.000 bidang tanah terselesaikan pada akhir tahun 2006.
Peta-peta tersebut telah digunakan oleh lebih dari 50 organisasi untuk keperluan pemetaan desa, pembangunan kembali perumahan, dan oleh Badan Pertanahan Nasional untuk penerbitan sertifikat tanah.
Peta-peta tanah tersebut digunakan oleh tim perencanaan tata ruang desa di bawah LOGICA, yang bekerja sama dengan para fasilitator dan komite-komite perencanaan desa untuk menghasilkan rencana tata ruang untuk membantu mengarahkan kegiatan rekonstruksi.
Di akhir tahun 2006, LOGICA akan selesai menghasilkan 82 rencana tata ruang desa, dan sebanyak 138 rencana tata ruang desa akan dihasilkan pada tahun berikutnya.
Sampai dengan pertengahan tahun 2007, sebanyak 200 desa di pantai utara dan pantai barat Aceh akan menerima dana hibah senilai $4,5 juta untuk membangun prasarana penting desa dan memperbaiki berbagai jembatan, jalanan, serta saluran air.
Di samping kemajuan proses rekonstruksi yang bersifat fisik, tujuan di tahun 2007 adalah untuk membantu masyarakat serta penyelenggara layanan pemerintah di daerah meneruskan amanat LOGICA untuk memberikan manfaat jangka panjang bagi Aceh.
Pemulihan kesehatan di Aceh Program Pemulihan Bantuan Kesehatan di Aceh (Health Assistance Rehabilitation in Aceh Program - HARAP) telah membantu petugas-petugas kesehatan di Aceh membangun kembali infrastruktur yang rusak akibat tsunami, dan mengembangkan sistem pelayanan kesehatan yang lebih efektif yang akan memperkuat pelayanan perawatan kesehatan di Aceh dalam jangka panjang.
Unit Gawat Darurat dan Klinik Gigi di RSU Zainoel Abidin, diperbaiki pada tahun 2005, dan sepanjang tahun 2006 HARAP melatih 40 dokter gawat darurat dan 25 perawat gawat darurat, dan memberikan pelatihan klinik kepada 60 perawat baru di rumah sakit tersebut.
Alhasil, pelayanan rumah sakit kini lebih diminati, waktu tunggu berkurang, dan tingkat keselamatan pasien yang sakit parah membaik.
Klinik Gigi juga mendapatkan manfaat dari bantuan Australia dalam hal rekonstruksi dan pelatihan.
Klinik Gigi tersebut kini memenuhi standar internasional, dan Kepala Dokter Gigi RSU Zainoel Abidinyang yang sempat dilatih di Australia, kini menjadi dokter gigi forensik pertama di Aceh.
HARAP juga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Propinsi Aceh untuk kembali memberikan pelayanan setelah kantor tersebut mengalami kehilangan tenaga staf serta sumber daya dalam bencana tsunami.
Pada tahun 2006, Dinas Kesehatan Propinsi dan dinas kesehatan setempat di penjuru Aceh telah mengembangkan rencana strategis kesehatan propinsi lima-tahun yang pertama di Indonesia (RENSTRA).
Dengan bantuan dari Australia, Dinas tersebut juga sedang mengembangkan peraturan-peraturan kesehatan sebagaimana diperintahkan oleh undang-undang pemerintahan Aceh yang baru dan telah melatih sebanyak 45 penyelenggara kesehatan.
Di samping hilangnya bidan-bidan yang terlatih akibat bencana tsunami, Aceh kini mengalami tingkat kelahiran yang lebih tinggi.
Bantuan Australia membantu akademi kebidanan di Banda Aceh mengatasi permasalahan tersebut.
Bantuan tersebut meliputi perbaikan dan penyediaan peralatan bagi bangunan dan fasilitas-fasilitas yang ada, serta bantuan keuangan bagi para pelajar.
Lebih dari 3.300 siswa perawat dan bidan yang mengalami kesulitan keuangan setelah bencana tsunami telah menerima bantuan dalam menutup biaya pendidikan mereka untuk tahun akademik 2005-2006.
Di tahun 2007, HARAP akan memusatkan perhatian pada upaya untuk terus menguatkan pelayanan kesehatan di Aceh melalui perbaikan infrastruktur dan pelatihan.
Pelabuh an Ulee Lh eue di Banda Aceh Pada tahun 2006, restorasi besar dilakuan terhadap pelabuhan Ulee Lheue di Banda Aceh yang sama sekali hancur akibat bencana tsunami dan terpisah dari daratan utama.
Terminal feri yang baru dibangun menjadi rusak, dan lereng jalur tembus feri kehilangan alat pengangkat, bantal pelindung dan lerengan pelabuhannya.
Pusat listrik mengapung, yang diikat ke dermaga feri, terdorong ke daratan, dan dermaga mengapung yang digunakan oleh feri-feri yang cepat terbawa arus sampai ke Pulau Aceh, dan mendarat di sebuah karang.
Perbaikan-perbaikan darurat mulai dilakukan pada bulan Juni 2005, dengan dibangunnya terminal feri sementara yang baru dan dilakukannya perbaikan-perbaikan pada lerengan feri serta alat pengangkat.
Pada bulan Desember 2005, kegiatan feri di pelabuhan tersebut dibuka kembali dengan bangunan terminal sementara, yang memungkinkan dibukanya kembali feri mobil.
Pembangunan yang dilakukan secara terus-menerus terhadap pelabuhan di tahun 2006 menghasilkan perbaikan yang signifikan terhadap benteng pemecah ombak sepanjang 1,4 km, pembangunan dermaga baru, dan pelabuhan tongkang yang dikhususkan untuk keperluan pengangkutan bahan-bahan bangunan yang diperlukan untuk pekerjaan rehabilitasi pasca-tsunami di pulau-pulau terdekat.
Di samping manfaat transportasi yang dihasilkan melalui kegiatan ini, pengalaman tersebut juga memberi manfaat bagi penduduk setempat di Aceh dengan mengembangkan keahlian serta rasa percaya diri mereka.
Afrida Nursanti, seorang insinyur pelabuhan di Aceh, mengatakan bahwa bencana tsunami tidak akan pernah merampas pengetahuan yang diperoleh penduduk setempat selama terlibat dalam kegiatan-kegiatan teknik pembangunan yang terjadi di pelabuhan tersebut.
Bantuan pembangunan perumahan Lebih dari 180.000 rumah hancur dalam bencana tsunami, mengakibatkan 500.000 orang kehilangan rumah mereka.
Pada tahun 2006, Australia membantu membangun lebih dari 1.250 perumahan sementara yang menampung lebih dari 8.000 orang, dan menyediakan kembali layanan air dan mandi.
Australia juga memberi bantuan kepada Pemerintah Indonesia untuk mengatasi permasalahan logistik berkaitan dengan pekerjaan rekonstruksi di wilayah-wilayah yang terkena bencana.
Program pembangunan perumahan tersebut juga telah membantu LSM-LSM serta donor lain sehingga dapat mengakses kayu-kayu yang diperoleh dengan cara yang mendukung kelanjutannya, untuk melindungi hutan di Aceh selama masa rekonstruksi.
Mempertahankan standar kualitas terus menjadi unsur penting dalam pemberian bantuan pembangunan perumahan tersebut, dan Australia telah memberikan bantuan teknis serta pelatihan bagi penduduk setempat untuk mengawasi proses rekonstruksi yang berlangsung di daerahnya.
Membantu masyarakat membangun kembali jaringan sekolah mereka Bencana tsunami menewaskan sekitar 2.500 guru dan merusak atau menghancurkan lebih dari 2.100 sekolah (termasuk lebih dari 1.500 sekolah dasar dan sekitar 300 sekolah menengah).
Sekitar 150.000 siswa kehilangan akses terhadap fasilitas pendidikan.
Australia telah membantu dengan memberikan 10.000 buku teks dan sekitar 900 perangkat bangku dan meja sekolah kepada sekolah-sekolah di Aceh, dan dengan melatih guru-guru dan manajer-manajer di sejumlah 32 sekolah.
Program Rehabilitasi Pendidikan Aceh (Education Rehabilitation Aceh - ERA) memberi perhatian pada sub-sektor pendidikan Islam, di mana banyak anak-anak miskin dididik, dan merupakan bidang yang sedikit diminati oleh donor-donor lain.
Di bawah program tersebut, lima fasilitas pendidikan telah dibangun, termasuk dua sekolah Islam di Banda Aceh yang rusak parah dalam bencana tsunami.
Australia memberikan dana sebesar $870.000 untuk membangun kembali Sekolah Dasar MIN Lampisang di Aceh Besar yang terendam dan Sekolah Dasar MIN Merduati di Banda Aceh yang hancur total.
Program ERA terus memimpin kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi pada 14 fasilitas pendidikan tambahan, mengimplementasikan berbagai kegiatan pelatihan guru; kini program tersebut menggairahkan kembali sistem kluster sekolah dan bekerja sama dengan sekolah-sekolah serta guru-guru di 32 sekolah di wilayah pasca-konflik, Pidie.
Sebagai tambahan, lima fasilitas pendidikan telah dibangun sejak pertengahan tahun 2005, termasuk pusat pelatihan guru di Universitas Syiah Kuala, dan 14 fasilitas pendidikan lainnya sedang dalam proses pembangunan.
Rehabilitasi pendidikan pasca konflik Program Masyarakat dan Pendidikan – Aceh (the Communities and Education Program – Aceh, atau disingkat dengan sebutan CEPA) bertujuan untuk memperkuat masyarakat melalui rehabilitasi sekolah-sekolah dan meningkatkan kualitas pendidikan di wilayahwilayah yang terkena dampak konflik di Aceh.
Sekitar 600 sekolah dibakar hangus selama bertahun-tahun berlangsungnya konflik di Aceh, dan meskipun beberapa di antaranya telah dibangun kembali, kualitas pendidikan terus menurun dan terdapat sedikit guru-guru yang bersedia bekerja di wilayah-wilayah tersebut.
Program tersebut dimulai pada bulan Januari dengan suatu percobaan dan kini telah bergerak ke tahap implementasi desain, dimulai di tujuh sekolah di kecamatan Bireuen, tempat di mana sebagian besar konflik tersebut berpusat.
Proyek tersebut mendorong masyarakat untuk mengambil peran kepemimpinan dan kepemilikan dalam proses pembangunan kembali dan pengembangan sekolah-sekolah mereka, dan bekerja sama secara ketat dengan dinas-dinas pendidikan, pengawaspengawas pendidikan, dan kepala serta pimpinan sekolah.
Strategi Negara Baru Kini suatu Strategi Negara baru sedang dikembangkan untuk mengarahkan prioritas-prioritas pembangunan Australia di Indonesia untuk tahun 2007-2011.
Sebagaimana digambarkan dalam Strategi Bantuan Australia (White Paper), Bantuan Australia: Mendorong Kemajuan dan Stabilitas strategi baru tersebut akan memberikan penekanan yang lebih besar pada hasil-hasil kinerja dan memberikan kerangka tunggal untuk keseluruhan upaya-upaya pembangunan pemerintah.
Sejalan dengan fokus White Paper dalam hal kemitraan, Strategi Negara Indonesia akan berupaya memaksimalkan hubungan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia serta donor lainnya guna mendukung reformasi serta memastikan tercapainya efektivitas.
Strategi tersebut akan dibuat sedemikian rupa guna mencerminkan berbagai pertanyaan utama mengenai kepentingan-kepentingan nasional Australia dalam kaitannya dengan Indonesia, serta peran bantuan pembangunan asing dalam memberikan kontribusi terhadap kepentingan-kepentingan tersebut.
Strategi tersebut akan berupaya mencari cara agar Australia dapat memastikan terbentuknya program yang terfokus, tepat sasaran dan fleksibel, serta realistis mengenai sasarannya dan memberikan kerangka-kerangka pelaksanaan yang mampu membuahkan hasil di seluruh lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan bantuan pembangunan asing yang dapat dilakukan di Indonesia.
Strategi tersebut akan selesai pada bulan April 2007.
Sejalan dengan fokus White Paper dalam hal kemitraan, Strategi Negara Indonesia akan berupaya memaksimalkan hubungan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia serta donor lainnya guna mendukung reformasi serta memastikan tercapainya efektivitas.
Rencana anti-korupsi untuk pembangunan 2008–13 Latar belakang Indonesia dan Australia memandang korupsi sebagai masalah dalam pembangunan.
Korupsi menghancurkan kepercayaan dan akuntabilitas publik serta menyelewengkan sumber daya masyarakat yang menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya kemiskinan.
Rencana Aksi Nasional Indonesia untuk Pemberantasan Korupsi 2004 –2009 (RAN-PK) menyatakan: Korupsi di Indonesia merupakan fenomena yang mencemaskan yang telah meluas dan merambah ke lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor penghambat utama pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
Ketidakberhasilan pemerintah memberantas korupsi melemahkan citra pemerintah di mata masyarakat yang tercermin dalam bentuk ketidakpercayaan masyarakat, ketidakpatuhan terhadap hukum, dan bertambahnya angka kemiskinan absolut.
Sebagai negara donor bilateral terbesar bagi Indonesia, Australia memainkan peranan penting dalam membantu Indonesia mencapai sasaran pemberantasan korupsi.
Meskipun bantuan pembangunan di bawah Kemitraan Australia-Indonesia kurang dari 0,5 persen dari seluruh pengeluaran Pemerintah Indonesia, bantuan yang tepat dapat menghasilkan dampak yang besar.
Kemitraan Australia-Indonesia memandang bantuan bagi pemberantasan korupsi sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran pembangunan Indonesia dan kepastian bagi masyarakat miskin untuk memperoleh hasil pembangunan yang lebih baik.
Kemitraan Australia-Indonesia percaya bahwa tanpa pemberantasan korupsi, Millenium Development Goals (MDGs) akan sangat sulit dicapai.
Rencana Anti-Korupsi untuk Pembangunan ini (Rencana Anti-Korupsi) mencerminkan keinginan Australia dan Indonesia untuk bekerja sama memerangi korupsi di Indonesia dengan tujuan utama untuk meningkatkan pembangunan sosial dan ekonomi.
Rencana Anti-Korupsi ini berada di bawah Strategi Kerjasama Pembangunan Kemitraan Australia- Indonesia periode 2008–2013.
Pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama yang akan dilaksanakan dan dipantau melalui Strategi Kerjasama.
Baik Pemerintah Australia maupun Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat untuk memerangi korupsi pada tingkat internasional maupun dalam negeri dengan meratifikasi perjanjian multilateral seperti Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi (the United Nation Convention Against Corruption/UNCAC) dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah, mendeteksi dan menghukum tindak korupsi di dalam negeri dan antar negara.
Pada tahun 2008, Pemerintah Indonesia menunjukkan kemauan politik yang sangat kuat dalam pemberantasan korupsi dengan menjadi tuan rumah Konferensi Negara untuk Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi yang kedua.
Meskipun korupsi di Indonesia masih menjadi masalah yang sangat serius, berbagai langkah penting telah dilakukan selama satu dekade sejak Indonesia mengalami transisi menuju negara yang demokratis.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk pada tahun 2003 dan selama lima tahun terakhir berhasil membangun reputasi yang kuat dan memperoleh tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi.
Pada tahun 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memulai pemerintahannya di atas landasan kemauan memberantas korupsi yang kuat dan dalam waktu singkat mengeluarkan instruksi presiden mengenai pemberantasan korupsi yang menginstruksikan langkah yang harus diambil jajaran eksekutif untuk mempercepat pemberantasan korupsi.
Pada tahun 2005, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) mengeluarkan RAN-PK yang berisi tindakan yang perlu diambil oleh pihak eksekutif untuk mengurangi dan mencegah korupsi.
Upaya pemberantasan korupsi oleh pemerintah berjalan seiring dengan berkembangnya kelompok masyarakat sipil dan media massa yang kritis.
Sambutan pembukaan Pemerintah Indonesia dalam Konferensi Pihak Negara untuk UNCAC yang kedua sebagaimana dikutip dibawah ini menunjukkan tekad kuat Pemerintah Indonesia dalam pemberantasan korupsi: “Saya tekankan bahwa korupsi adalah musuh masyarakat nomor satu di Indonesia.
Kita membencinya, kita mengutuknya, dan kita tidak bisa menoleransinya
Korupsi yang merajalela menurunkan kualitas hidup seluruh bangsa terutama masyarakat miskin.
Korupsi melahirkan kejahatan lainnya dan menggerus moral masyarakat … Korupsi merupakan hambatan besar dalam upaya kita mencapai Millenium Development Goals.”
Tujuan Rencana Anti-Korupsi ini merupakan rencana aksi bersama untuk bantuan Australia terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia untuk jangka waktu 2008–2013 yang akan dilaksanakan melalui seluruh program bantuan Australia.
Rencana Anti-Korupsi ini merupakan langkah awal kemitraan jangka panjang antara Australia dan Indonesia yang bertujuan untuk membantu mengurangi perilaku korup secara berkelanjutan untuk memperbaiki pembangunan ekonomi dan sosial di Indonesia.
Ruang lingkup Sejalan dengan tujuan mendukung Indonesia dalam pemberantasan korupsi, Rencana Anti- Korupsi memperkuat tiga pilar utama RAN-PK: (i) Pencegahan; (ii) Penindakan; (iii) Pemantauan dan Evaluasi.
Pelaksanaan Rencana Anti-Korupsi ini juga akan dipandu dengan pendekatan dari Kebijakan Anti-Korupsi untuk Bantuan Luar Negeri untuk Pembangunan Australia yang dikeluarkan pada bulan Maret 2007 yaitu (i) Membangun konstituen anti-korupsi; (ii) Mengurangi peluang terjadinya korupsi; dan (iii) Mengubah insentif bagi perilaku korup.
Rencana Anti-Korupsi ini terdiri dari empat bagian: Prinsip Acuan; Bidang Prioritas; Pendekatan Pelaksanaan; dan Pemantauan dan Evaluasi.
Prinsip bantuan anti-korupsi Bantuan anti-korupsi Kemitraan Australia-Indonesia akan dipandu oleh prinsipprinsip berikut:
Kedua belah pihak akan mendorong terjadinya dialog antar kementerian dan institusi pemerintah dari masing-masing negara yang akan menyumbangkan masukan bagi pembahasan kebijakan yang melandasi keputusan Pemerintah Indonesia dalam pemberantasan korupsi.
Sebagai contoh, departemen dan badan Pemerintah Australia akan bekerjasama untuk mengharmoniskan bantuan anti-korupsi dibawah Kemitraan Australia-Indonesia.
Australia akan bekerja sama dengan negara donor lain dan masyarakat sipil serta mendorong koordinasi, kerjasama dan dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi Pemerintah Indonesia.
Upaya yang dilakukan oleh Australia akan melengkapi, tidak menggantikan, kepemimpinan KPK dalam koordinasi donor.
Bantuan akan tetap fleksibel agar dapat merespon perubahan strategi pemberantasan korupsi Indonesia.
Revisi RAN-PK yang tengah berjalan dalam upaya menselaraskan dengan UNCAC, perumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahap selanjutnya, dan kemungkinan adanya kebijakan baru pemerintah setelah pemilihan umum tahun 2009 menimbulkan kemungkinan perlunya Rencana Anti-Korupsi ini ditinjau ulang dan diubah sesuai dengan kebutuhan.
Dukungan Australia bagi perubahan tersebut akan dilandasi oleh analisis yang memadai.
Guna mendukung desentralisasi penyediaan pelayanan dasar, bantuan di tingkat lokal akan semakin diutamakan.
Sebagaimana tertuang di Strategi Kerjasama, propinsi yang menjadi prioritas bantuan adalah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Aceh.
Fokus bantuan pada tingkat lokal akan ditentukan secara kasus per kasus namun diarahkan untuk saling melengkapi dengan inisiatif donor lain dan program Pemerintah Indonesia dan dapat menimbulkan dampak kumulatif berkurangnya korupsi dan perbaikan tata pemerintahan di lokasi tersebut dan menjadi model bagi pemerintah daerah lainnya.
Bantuan akan diberikan dengan cara yang mendukung penerapan berbagai prakarsa anti-korupsi pada tingkat regional dan global yang relevan dengan Indonesia seperti UNCAC, Asian Development Bank-Organization for Economic Co-operation and Development (ADB-OECD) Anti-Corruption Initiative for Asia-Pacific, dan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Anti-Corruption Taskforce.
Bantuan akan bersifat jangka panjang dengan tujuan untuk mendukung reformasi berkelanjutan yang akan meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran pembangunan Indonesia secara keseluruhan.
Alasan utama Kemitraan Australia-Indonesia mendukung pemberantasan korupsi adalah untuk meningkatkan efektivitas bantuan pembangunan.
Strategi Kerjasama mengindikasikan bahwa Australia akan meningkatkan penggunaan sistem Indonesia dalam penyaluran bantuan.
Dalam konteks tersebut bantuan yang memperkuat sistem Indonesia dalam pengelolaan bantuan luar negeri akan menjadi prioritas.
Mendorong kerja sama antara negara donor dan Pemerintah Indonesia dalam melakukan penilaian, survei dasar, dan pemantauan terhadap kemajuan dan kinerja pemberantasan korupsi.
Resiko terjadinya korupsi dalam bantuan dibawah Kemitraan Australia-Indonesia akan diatasi sesuai dengan prinsip-prinsip berikut: Semua kegiatan bantuan akan mendukung partisipasi masyarakat melalui penyediaan informasi proyek yang bertujuan untuk meningkatkan tata-laksana dan pengawasan kegiatan.
Pelajaran yang diambil dari penanganan dugaan korupsi yang terjadi di proyek akan diinformasikan kepada Pemerintah Indonesia dan negara donor lainnya untuk mendorong transparansi dan perbaikan berkelanjutan dalam menangani praktik korupsi dalam kegiatan pembangunan.
Kegiatan bantuan juga akan mendorong penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas oleh mitra dan penerima manfaat dari kegiatan tersebut.
Sebagai bagian dari perancangan kegiatan bantuan, Pemerintah Australia dan Indonesia akan menyepakati protokol komunikasi yang akan ditempuh kedua belah pihak manakala terjadi dugaan praktik korupsi.
Prinsip komunikasi yang terbuka terbuka dan segera sejak dugaan muncul akan diterapkan dalam semua kasus.
Kegiatan bantuan dirancang dan dilaksanakan untuk mencegah, menemukan dan menindak praktik kecurangan dan korupsi.
Manakala terdapat tingkat resiko korupsi yang tinggi, kegiatan bantuan akan dilengkapi dengan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi (Anti-Corruption Action Plan – ACAP) yang akan dirumuskan bersama oleh Pemerintah Australia dan Indonesia pada tahap rancangan kegiatan.
ACAP akan merinci tindakan untuk mengurangi peluang terjadinya korupsi, termasuk memperbaiki pengadaan barang dan jasa, audit, pengawasan terhadap proyek dan pelibatan serta pengawasan oleh masyarakat.
Manakala dimungkinkan peluang korupsi akan dikurangi dengan cara memperkuat sistem yang telah ada daripada menciptakan sistem yang baru.
Perjanjian Kerjasama setiap kegiatan bantuan akan menetapkan tanggung jawab Pemerintah Australia dan Indonesia terkait dengan penanganan keluhan, pengawasan, audit, pemberian sanksi dan penyelidikan serta penuntutan terhadap dugaan tindak pidana korupsi.
Bidang prioritas bantuan anti-korupsi Pilar 1: Pencegahan Korupsi Bantuan untuk mencegah korupsi akan menjadi fokus utama Rencana Anti-Korupsi ini.
Bantuan pencegahan diutamakan di tingkat lokal dan difokuskan pada bidang berikut:
Peningkatan akuntabilitas dan transparansi penyediaan layanan publik melalui perbaikan proses pemerintahan, khususnya dalam pembuatan anggaran, pengelolaan keuangan dan pengadaan barang dan jasa publik.
Penguatan kapasitas pengawasan pemerintah, termasuk didalamnya lembaga pemberantasan korupsi dan audit, ombudsman, lembaga perwakilan, komunitas warga dan masyarakat sipil.
Penguatan lembaga demokrasi, termasuk kemampuan dan daya tanggap lembaga perwakilan dan kualitas serta integritas proses pemilihan umum.
Reformasi sektor publik di tingkat lembaga, direktorat atau pemerintah daerah dimana proses reformasi telah berjalan.